Langsung ke konten utama

Berpikir Cara Berdialog dengan Diri Sendiri



Woko Utoro 

Perbedaan antara hewan dan manusia adalah terletak pada pikirannya. Manusia disebut juga hayawanu natiq atau hewan yang berpikir. Dengan pikiran manusia melampaui segala yang ada pada mahluk lain. Lewat produk pikiran manusia menjadi bernilai dan melalui moral manusia bermakna.

Dewasa ini tidak setiap orang sadar bawah berpikir itu pekerjaan luar biasa. Sehingga banyak di antara kita meninggalkan kerja-kerja intelektual. Pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh kalangan pembelajar dan pastinya memerlukan perangkat berupa buku dan diskusi. Kata ulama, bertafakur tentang keilmuan lebih utama daripada shalat seribu rekaat. Berpikir tidak sekadar berfokus pada fungsi otak. Tapi proses memusatkan seluruh daya tubuh untuk merenungkan, menganalisis dan memahami pengetahuan.

Berpikir berarti tanda bahwa kita ada kata Descartes Co Gito Ergo Sum. Orang yang tak lagi memfungsikan pikirannya sejatinya merupakan mayat hidup kata Syeikh Zarnuji. Maka dari itu agar kita tahu siapa diri ini berpikirlah. Hannah Arendt, dalam The Life of the Mind, menyebut bahwa berpikir adalah dialog batin yang memerlukan kesunyian, waktu, dan kedewasaan untuk bertanya pada diri sendiri. Dengan berpikir berarti kita berdialog terus untuk menghindari kesalahpahaman.

Orang yang sadar akan fungsi pikiran pasti akan merenung sebelum berbuat. Pikiran membuat orang menimbang sebelum memutuskan. Serta dapat menjadi jalan tengah di antara ragam emosi yang diciptakan dunia. Lewat berpikir kita akan tahu di mana kekurangan diri. Dengan begitu kita tidak mudah merasa diri benar apalagi sampai menghakimi. Jadi jelas bahwa berpikir adalah cara mengenali diri dari mana muasal, apa yang hendak diperbuat dan akan ke mana setelah semua berakhir?

the woks institute l rumah peradaban 29/4/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...