Woko Utoro
Tidak terasa kita begitu sibuk di depan gawai. Terutama sejak pandemi melanda gawai adalah sahabat utama manusia. Dalam bahasa Nasida Ria, hidup dilayani mesin sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Gawai adalah istilah lain dari smartphone atau dunia dalam genggaman. Dunia yang kini mendistraksi manusia dari pergaulan sosial.
Orang merasa resah ketinggalan gawai daripada ketinggalan dompet. Karena dewasa ini gawai memungkinkan semua penunjang kehidupan terwadahi. Tapi sayangnya lambat laun kita sadar terlalu lama di depan gawai membuat hidup cepat bosan dan kesepian. Di Amerika salah satu faktor terjadinya bunuh diri bukan tentang kegagalan karier atau kehilangan uang melainkan depresi dan kesepian.
Mengapa orang senang berlama-lama di gawai. Itu salah satunya karena banyak orang merasa kesepian. Sehingga gawai dianggap mampu menjadi teman. Gawai jadi hal yang diutamakan daripada hal lain. Padahal Cal Newport menyebut jika kita bukan mahluk kesepian. Manusia sebenarnya hanya butuh keheningan. Hening itu mahal dan hanya bisa kita dapatkan dengan meminimalisir penggunaan gawai dan medsos. Gawai harus difungsikan dengan mengakses hal-hal positif. Jika gawai menjadi prioritas maka peran sosial akan tergantikan.
Di sinilah pentingnya bahwa gawai digunakan sekadarnya saja. Sekadar menjadi alat komunikasi serta mendulang informasi. Jangan sampai gawai menjadi alasan untuk kita terjerumus akan hal yang merugikan. Seperti halnya berita hoax, kriminal media cyber, hingga lupa diri. Berkaitan itu maka kita sebenarnya harus memiliki prinsip digital atau gawai minimalism. Agar hidup kita menjadi bermakna dan mengambil sesuatu yang berfaedah maka mendisiplinkan diri serta berkesadaran adalah kunci.
Bahwa memilih hal yang baik di gawai lebih baik daripada kita terjerumus dan lupa diri hanya karena kesenengan sesaat. Gawai hanya bisa dikendalikan atau kita akan kehilangan segalanya.[]
the woks institute l rumah peradaban 14/4/25
Komentar
Posting Komentar