Langsung ke konten utama

Sikap Penimba Ilmu




Woko Utoro 

Kita seolah tak bosan mendengar pejabat, orang kaya hingga yang ilmunya tinggi tapi arogan. Seolah tanya berucap mengapa arogansi mudah keluar dari mereka yang kita anggap pesohor. Apakah benar bahwa ilmu saja tidak cukup apalagi sekadar menunjukkan ijazah bahwa seseorang pernah sekolah. Nampaknya benar bahwa kita selalu membutuhkan adab untuk mendampingi ilmu.

Gus Ulil Abshar Abdalla memberi pesan jika adab atau sikap bagi penimba ilmu kadang lebih penting daripada ilmu itu sendiri. Sebab penyakit orang berilmu adalah sombong terlebih mereka yang memiliki kuasa. Tidak aneh jika masih banyak orang bergelar, berilmu tapi masih bersikap buruk. Itu tanda bahwa ilmu dan sikap berilmu belum selaras. Maka dari itu perlu kita dengar nasihat Sayyidina Umar bin Khattab bahwa orang berilmu itu harus memiliki ketenangan (sakinah) dan kesabaran (hilm).

Ketenangan dalam ilmu sangat penting agar orang tidak mudah grusa-grusu. Orang akan menimbang atas sebuah fenomena yang terjadi. Sehingga orang berilmu tidak mudah menyimpulkan (judge) apalagi emosional. Di era medsos sikap orang berilmu sangat dibutuhkan. Terlebih di era ini orang mudah menghakimi. Orang mudah ikut campur tentang banyak hal padahal tidak memiliki kapasitas keilmuan.

Dari medsos itulah kita bisa melihat mana orang berilmu dan buzzer. Orang berilmu cenderung diam dan tenang dalam merespon problematika. Sedangkan orang berilmu tanpa sikap akan mudah terbawa arus dan tergiring framing media. Di sinilah perbedaan mencolok yang bisa diketahui di era medsos.

Orang berilmu tapi tenang lebih mendahulukan berpikir daripada bertindak. Dalam ilmu, kesabaran juga tak kalah pentingnya. Sebab sabar membuat seseorang tidak bergegas terlibat dalam pusaran perdebatan. Mereka akan menimbang sesuatu berdasarkan ilmu. Hanya dengan kesabaran orang berilmu bisa berpikir jernih.

Di sinilah kita belajar bahwa sikap orang berilmu sangatlah penting untuk dimiliki. Sebab tanpa sikap yang baik orang akan mengira jika keilmuan tak berdampak pada perilaku. Justru semakin berilmu seharusnya orang makin rendah hati. Para pemilik ilmu akan tahu mana yang baik dan buruk. Sehingga jelas bahwa mencari ilmu itu bukan untuk mengamankan materi tapi memperbaiki diri. Ilmu akan jadi perhiasan bagi pemiliknya jika mereka tahu esensi mengapa Allah SWT memerintahkan bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan.[]

the woks institute l rumah peradaban 18/4/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...