Langsung ke konten utama

Belajar Mendengarkan

Woko Utoro 

Ning Inayah Wahid memberi pesan sederhana tapi mengena tentang warisan Gus Dur. Pesan tersebut beliau sampaikan dalam acara Majelis Nyala Purnama Makara Art UI. Kata Ning Inayah, sekian banyak yang kita pelajari dari Gus Dur ada satu pesan menarik dan relevan hingga hari ini yaitu belajar mendengar. Ning Inayah tersadar dengan pesan tersebut mengapa dulu Gus Dur berpesan agar sering mendengarkan lagu dangdut.

Kata Ning Inayah lagu dangdut adalah simbol suara rakyat. Lirik dan musiknya begitu lahir dari keresahan dan kesederhanaan. Di era ini orang yang seharusnya mendengar justru pura-pura tuli. Orang yang dianggap mewakili rakyat justru paling abai dan membisu. Dari itulah maka kita perlu belajar dari Gus Dur tentang hal yang sederhana yaitu mendengar.

Semakin banyak mendengar maka semakin banyak pula kita melihat. Itulah yang dilakukan Gus Dur sejak lama yaitu mendengarkan mereka suara-suara rakyat cilik. Suara yang harusnya dibela tanpa melihat latar belakang kesukaan, agama, ras dan budaya. Semua sama di mata Tuhan dan Gus Dur mencontohkan bahwa pembelaan terhadap minoritas bukanlah hal berdosa. Justru pembelaan terhadap mereka yang tertindas adalah titah agama.

Di sinilah kita mengerti bahwa mendengarkan adalah pelajaran pertama sebelum seseorang menyuarakan. Terkhusus bagi penguasa seharusnya mereka sadar suara siapa yang perlu didengar. Bukan suara pembisik atau suara dari menara gading melainkan suara rakyat. Suara yang merintih meminta keadilan. Suara yang parau mencari perlindungan. Dan suara-suara itu makin kemari justru makin ditinggalkan. Padahal mendengar suara rakyat adalah tugas kita bersama terutama mereka yang duduk di kursi empuk kekuasaan.[]

the woks institute l rumah peradaban 20/9/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...