Langsung ke konten utama

Nepo Kids

Woko Utoro 

Chaos terjadi bukan karena sesuatu yang besar. Justru chaos sering terjadi hanya karena masalah sepele misalnya flexing. Sejak dulu pamer memang penyakit akut yang pelakunya tidak sadar. Bahwa pamer bisa menghancurkan masa depan. Sudah berapa orang menjadi korban dari sikap culas tersebut. Bahkan korbannya tidak hanya personal tapi justru menyebar ke sebuah negara.

Terbaru chaos terjadi di Nepal yang salah satu penyebabnya karena banyak pejabat dan anaknya suka flexing. Akibat adanya media sosial fenomena flexing justru memicu amuk massa. Di tengah kemiskinan serta sulitnya mencari kerja para anak pejabat justru sibuk pamer harta. Barang mewah dan branded justru ditonjolkan dalam keadaan derita. Akibatnya tidak heran jika di negara Nepal tersebut unjuk rasa besar terjadi.

Di Indonesia beberapa waktu lalu juga kita dengar ada ayah pejabat yang dicopot dari jabatannya. Alasannya hanya karena istri atau anak pejabat tersebut flexing barang mewah. Di Nepal anak pejabat yang kehilangan empati dan suka flexing tersebut mengidap penyakit nepo kids atau nepo bebies. Ulah flexing anak pejabat itulah yang membuat karier orang tua jatuh. Dalam tradisi Jawa anak yang suka berulah sering dikenal dengan istilah "Anak polah bapak kepradah". Artinya bahwa kadang anak bisa menjadi batu sandungan.

Secara umum siapapun memang bisa menjadi ujian bahkan cobaan. Sehingga dalam hal ini kita harus berhati-hati. Maka dari itu Al Qur'an menegaskan agar jagalah keluarga dari api neraka. Maksudnya tak lain bahwa siapa saja bisa menjadi kendala buat kita terlebih saat menuju kepada Allah. Di sinilah terkhusus orang tua agar memiliki kemampuan mendidik anak untuk rendah hati, berpuas hati, integritas dan anti flexing. Bagaimana pun juga flexing akibat ulah nepo kids justru dapat membunuh dan harusnya ada kesadaran untuk hidup sederhana. Kesederhanaan justru mampu menyelamatkan.[]

the woks institute l rumah peradaban 12/9/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...