Woko Utoro
Einstein menyebut bahwa bertanya itu suci. Dengan bertanya orang mendayagunakan pikirannya. Ketika orang berhenti bertanya justru patut dipertanyakan. Bertanya itu tidak dosa dan merupakan tanda bahwa kita masih hidup.
Entah sejak kapan kita dibungkam untuk takut bertanya. Di kelas seorang anak dianggap mengusik gurunya karena rajin bertanya. Bagi teman yang lain pertanyaan adalah buang-buang waktu. Sebab bertanya dianggap bodoh dan tidak tahu. Sejak saat itu pula guru mematikan pendidikan dengan tidak pernah menanyakan kepada siswa perihal tanya.
Padahal orang bertanya belum tentu tidak tahu. Sedangkan tanya itu juga tidak melulu soal jawaban. Tanya adalah tanda bahwa kita ingin mengoreksi atau memastikan. Bukan sebaliknya tanya malah dibungkam. Jika sejak kecil kita tidak boleh bertanya lantas apa arti mari bicara. Apa guna bacaan serta ragam pengetahuan jika dibiarkan diam. Mungkin inilah kenyataan pendidikan kita hari ini.
Anak-anak dipaksa diam supaya dianggap sopan. Anak disuruh menerima agar dianggap patuh. Anak tidak diajarkan untuk bertanya minimal pada dirinya. Lebih lagi akan esensi pendidikan itu sendiri. Misalnya kata Mbah Toto Raharjo, anak mempertanyakan mengapa mereka selalu diam ketika melakukan apapun. Bahkan anak dipaksa duduk manis tanpa pernah tau apa arti semua. Maka benar bahwa pendidikan kita ibarat anak main layangan tapi disuruh diam. Padahal main layangan itu gerak, jalan, lari, sorak, komando dan menikmati suasana.
Jika orientasi pendidikan kita hanya membuat anak patuh tanpa berpikir untuk bertanya berarti fiks itu adalah robot. Pendidikan itu membebaskan bukan menyeragamkan. Apalagi kita tak diberi ruang betapa pentingnya bertanya, untuk apa sebenarnya semua ini?[]
the woks institute l rumah peradaban 3/9/25
Komentar
Posting Komentar