Langsung ke konten utama

Review Buku Journey of Literation




Woko Utoro

Membaca buku karya Fahma Maulida berjudul Journey of Literation ini menarik. Pasalnya buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi. Tulisan yang inspirasinya berasal dari keseharian mulai dari kuliah, ngaji, liburan hingga aktivitas di rumah. Saya menyebut tulisan Fahma Maulida ini sebagai bentuk apresiasi terhadap diri. Di tengah banyak orang tak peduli Fahma Maulida justru memungut setiap hikmahnya dengan sebuah tulisan.

Buku yang terdiri dari 28 judul tersebut ditulis secara ringan dan sederhana. Mungkin bagi orang lain buku tersebut adalah catatan biasa. Akan tetapi bagi penulisnya buku tersebut adalah permulaan agar kita semangat berkarya. Karya bisa dalam bentuk apapun dan terpenting adalah menunaikannya. Fahma Maulida setidaknya menunaikan minimal pada diri sendiri bahwa catatan dalam bentuk apapun sangat penting untuk diarsipkan. Ini bagian dari sejarah hidup yang tak boleh dilewatkan.

Seperti judul utama buku ini merekam perjalanan penulisnya mengarungi samudera ilmu. Ia bercerita ketika menjadi seorang pendidik di lembaga perguruan tinggi Islam. Termasuk menulis berbagai pengalaman di antaranya ketika berjumpa sahabat, mengajar di kelas, ikut dalam lomba LKTI, makan di restoran hingga menulis catatan tafsir al Qur'an. Dan yang pasti penulisnya tak akan ketinggalan soal Drakor favoritnya.

Demikian catatan singkat mengenai buku perdana Fahma Maulida Journey of Literation tersebut. Intinya kita diajak untuk menghargai setiap karya sekalipun sesederhana mungkin. Kita juga jangan putus asa untuk terus menebar manfaat misalnya lewat jalur literasi. Tulislah apa yang kamu lihat dan lakukanlah apa yang kamu tulis.[]

Judul : Journey of Literation 
Penulis : Fahma Maulida, M.Ag
Halaman : 114 hlm
Penerbit : Madza Media
ISBN : 978-623-130-453-7

the woks institute l rumah peradaban 11/11/23

Komentar

  1. Apakah yang dimaksud dengan "literation"? Jika maksudnya 'literasi', seharusnya Journey of Literacy. Sementara itu, literation is the representation of sound or words by letters (representasi suara atau kata-kata dengan huruf.)

    BalasHapus
  2. Wahhh saya juga sempat bertanya demikian pak. Mungkin bisa dikonfirmasi ke penulisnya hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...