Langsung ke konten utama

Review Buku Semua Guru Semua Murid




Woko Utoro

Setiap orang yang kita temui adalah guru. Begitupun setiap orang yang berguru adalah murid. Demikianlah ilustrasi yang banyak ditemukan dalam buku karya M. Husnaini & Nasaruddin Idris Jauhar. Buku sederhana namun memiliki pesan dan hikmah luar biasa. Buku yang ditulis dengan bahasa sangat mudah dipahami tapi kaya akan petuah hidup.

Buku yang terbit tahun 2023 tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu belajar pada sosok inspiratif, belajar pada sosok yang tak biasa dan belajar dari sebuah peristiwa. Tiga bagian buku tersebut ditulis berdasarkan pengalaman hidup dua penulisnya. Kebetulan kedua beliau memiliki konsentrasi yang sama dalam dunia literasi. Tulisan yang memiliki latar belakang Jogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan hingga Malaysia tentu membawa pembaca kaya akan ragam pelajaran.

Dalam buku ini selain belajar kepada tokoh besar seperti Prof Azumardy Azra, Prof Imam Suprayogo, Buya Yunahar Ilyas, Hernowo Hasyim dll juga belajar kepada sosok di sekitar kita. Tentu kita begitu akrab akan produktivitas keintelektualan Prof Azumardy Azra, hati yang lapang dan luas ala Prof Imam Suprayogo, moderatnya Buya Yunahar Ilyas dan jejak perjuangan Hernowo Hasyim. Sedangkan di buku ini juga terdapat banyak sosok luar biasa lainnya.

Dua penulis buku ini meramu ketokohan orang-orang yang mereka temui. Penulis belajar dari orang-orang sekitar yang ternyata memiliki hati seluas samudera. Misalnya jejak kerelaan Mba Neha yang tak lain putri M. Husnaini. Belajar akan etos ibadah Mbok Ani hingga wafatnya. Kerendahan hati imam mushola yaitu Pak Sukatim. Termasuk sikap altruis yang terdapat pada sosok penjaga konter HP.

Tentu dari sosok-sosok tersebut kita bisa belajar. Kita bisa membayangkan sekaligus menemukan sosok yang sama. Sosok yang kaya hati dan masih kita temui di tengah hingar-bingar modernisasi. Pembelajaran akan berjiwa besar dan tenggang rasa misalnya kita temui pada bapak penambal ban. Di saat banyak orang berpikir tentang diri sendiri sang bapak justru berpikir bahwa kita ada karena orang lain. Maka dari itu hiduplah dengan saling menghargai satu sama lain.

Masih banyak lagi sosok istimewa yang terdapat dalam buku ini. Anda bisa membaca buku ini dan temukan pembelajaran hidup di sana. Sungguh seperti kata Sayyidina Ali bahwa mereka yang mengajari satu huruf jiga adalah guru kita. Kita bisa berguru pada siapa saja termasuk pada alam dan masyarakat.[]

Judul : Semua Guru Semua Murid 
Penulis : M. Husnaini & Nasaruddin Idris Jauhar
Halaman : 168 hlm
Penerbit : Haura Utama
ISBN : 978-623-492-587-6

the woks institute l rumah peradaban 10/11/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...