Langsung ke konten utama

Ihyaul Mawat dan Narasi Pekarangan Yang Terlupakan




Woks

Di samping, belakang atau sekitar rumah kita sering dijumpai sebuah pekarangan. Dulu hampir setiap rumah pasti punya pekarangan. Orang-orang gegap gempita menanami pekarangan itu dengan berbagai jenis tumbuhan mulai dari sayur mayur hingga tanaman buah musiman seperti pisang, mangga, jambu dan nangka. Hasil dari pekarangan rumah menjadi andalan sebagai pelengkap bumbu dapur ketika malas atau harga sayuran naik di pasaran. Tidak hanya itu dari pekarangan kita bisa memanfaatkan lahannya untuk beternak hingga menjemur pakaian, gabah, jagung dan lainya.

Bahkan sejak dulu anak-anak mendapat didikan orang tua lewat pekarangan. Mereka bermain, berlari, naik sepeda di areal pekarangan. Tapi saat ini untuk sekadar main sepakbola pun anak-anak kesulitan. Mereka harus menunggu musim kemarau tiba karena sawah akan beralih fungsi menjadi lapangan dadakan. Jangan ditanya lapangan asli di mana? lapangan desa masih ada tapi sepi karena ditinggal kaum mudanya merantau ke kota. Jika demikian pekarangan rumah memang penuh dengan kenangan.

Kejayaan pekarangan yang sering kita sebut jika dilihat saat ini seolah memudar. Jangankan hasil bumi wong pekaranganya pun sudah semakin menyusut. Bumi menjadi sempit dan tanah seolah telah habis padahal dulu pekarangan bisa menjadi pertanda kerukunan antar tetangga. Pekarangan yang tanpa pagar tersebut mengajarkan sesama tetangga untuk tidak memiliki sekat. Tapi jika kita lihat dalam konstruk perumahan modern justru malah mematikan pepatah tinimbang pager wesi masih mending pager tai. Artinya sesama tetangga atau bahkan saudara menjadi tersekat dan tidak bersikap egaliter.

Dalam konteks pekarangan di sawah pun tak jauh berbeda. Di sana kita pun sangat sulit menemukan lahan yang bisa ditanami. Selain karena kualitas tanah, lahan di sana pun kemungkinan mengalami krisis karena tercemar limbah industri. Krisis landreform memang tidak bisa dihindarkan maka dari itu perlulah kita mengkaji ulang mengapa ada ajaran ihyaul mawat. Ajaran ihyaul mawat (IH) adalah tata cara atau etika untuk menghidupkan tanah yang mati. Dulu konteksnya adalah ketika ada pekarangan orang yang sudah tidak dijamah pemiliknya selama puluhan tahun lalu kita hidupkan melalui pemerintah setempat. Istilah saat ini digarap melalui sertifikat yang sah, tujuan agar tanah tersebut bisa bermanfaat dengan ditanami berbagai tanaman produktif. Jika kini ada lembaga perhutani maka tanah tersebut bisa ditanami pepohonan sebagai penyangga resapan air ketika terjadi banjir.

Ihyaul mawat juga dapat menyadarkan kepada kita bahwa menanam adalah proses produktif yang bisa bertahan dalam kondisi apapun. Tentu kalangan inovator mulai melirik bagaimana cara menanam tanpa media lahan yang luas atau ketika tanah berkurang. Tentu kita mengenal metode tanam tanpa tanah yaitu hidroponik (media piva dan air), sekam, sabut kelapa atau dengan arang. Hal ini menyadarkan kita agar memanfaatkan tanah dengan baik. Tanah adalah saudara tua yang akan menyambut kita ketika mati nanti. Maka dari itu berdayakan tanah dengan bijak. Bumi adalah tempat kita berpijak, singgah, dan menumbuhkan kehidupan.

the woks institute l rumah peradaban 20/3/21

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...