Woks
Sebelum ada metode cepat dalam mencerna pengetahun, tradisi pesantren sudah mengenal metode lalaran. Metode lalaran yaitu cara menghafal sesuatu dengan menyanyikanya atau mensyairkanya. Metode ini telah dikenal sejak lama di pesantren utamanya pesantren salaf. Metode lalaran tersebut biasanya digunakan untuk menghafal bait-bait atau nadhoman dalam sebuah kitab.
Lalaran biasa kita gunakan ketika menghadapi pasal-pasal pada kitab yang perlu dihafalkan misalnya mufrodat dalam sebuah kamus. Lalaran juga digunakan untuk memudahkan santri mengingat poin-poin utamanya pada kitab yang berkaitan dengan gramatikal, nahwu dan sharaf misalnya kitab Amtsilati Tasyrifiyah, Jurumiyah, Imrity hingga Alfiyah Ibnu Malik. Menghafal dengan cara lalaran sangat praktis karena memang fungsi aplikatifnya langsung dirasakan santri.
Lalaran tentu merupakan metode yang dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi misalnya nada lagu, tempo, lafadz dan banyaknya bait yang di hafal. Misalnya untuk mengenalkan kisah Nabi Muhammad saw kepada anak cukup dengan melalar syairan Kisah Sang Rosul atau melalar kitab Khulasoh Nurul Yaqin. Bahkan syairan yang demikian sangat mudah kita jumpai di langgar atau mushola terdekat setiap pujian sebelum shalat. Salah satu contoh syair lalaran tentang peristiwa Isra Mi'raj:
27 rajab Nabi Muhammad isro dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
Membawa perintah salat lima waktu
Shubuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya
Itu semua sholat wajib bagi umat Islam
Sehari semalam 5 waktu. (Nada Bengong Jeumpa)
Tentu lalaran ini bersifat multikeilmuan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan lalaran anak-anak bisa mengetahui sekaligus hafal secara cepat isi dari ilmu tajwid, fasholatan, hingga ilmu dasar membaca kitab. Misalnya untuk menghafalkan tasrif pada kalimat isim, fiil dan huruf dengan menyenangkan tentu lalaran sangatlah tepat. Dalam ilmu tauhid seperti memperkenalkan lewat kitab Aqidatul Awwam, 20 sifat wajib Allah atau aqoid seket juga lebih mudah dengan lalaran. Lalaran tersebut tentu nampak membantu supaya anak menghafal dengan tanpa merasa hafalan. Apalagi ditambah dengan iringan gendang hafalan menjadi ringan dan menyenangkan.
Anak memang masih di fase bermain sehingga jika kita menemukan metode belajar sambil bermain maka akan sangat efektif dan mudah diterima anak tanpa merasa jadi beban. Misalnya kita menadhomkan syairan الالا untuk menjelaskan betapa menimba ilmu itu memiliki serangkaian syarat yang harus dipenuhi agar menghasilkan ilmu yang bermanfaat.
الالاتنال العلم الا بستة سانبك عن مجموعها بيان * دكاءوحرص واصطباروبلغة وارشادوطول زمان
Dengan begitu anak bisa paham atau minimal hafal dengan apa yang ia lafalkan. Urusan pemahaman lanjutkan nanti seiring berjalannya waktu akan paham sendiri. Semoga saja lalaran ini bisa diperhatikan dengan seksama oleh para guru. Tentu fungsinya bisa beragam, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan anak.
the woks institute l rumah peradaban 24/3/21
Komentar
Posting Komentar