Langsung ke konten utama

Kepala Desa Berdaya Bermasyarakat




Woks

Hari kemarin ada sekitar 1500 kepala desa se-Indonesia melakukan aksi damai. Mereka yang tergabung dalam aliansi dan paguyuban kepala desa sengaja datang ke Senayan untuk menyampaikan aspirasi. Para kepala desa tersebut ingin bertemu ketua DPR RI Puan Maharani atau syukur-syukur presiden Jokowi terkait masa jabatan. Mereka berharap revisi UU No. 6 pasal 39 tahun 2014 dapat disahkan karena terkait masa jabatan kepala desa dari 6 tahun bisa diperpanjang menjadi 9 tahun.

Alasan 9 tahun karena pembangunan desa dari 6 tahun masih belum cukup. Alasan tersebut tentu diafirmasi oleh presiden Jokowi melalui salah satu politisi PDIP Budiman Sudjatmiko bahwa perpanjangan tersebut cukup masuk akal. Dengan alasan otonomi di desa sangat berbeda dengan di kota lebih lagi berkaitan proses demokrasi yang begitu alot.

Alasan menetapkan masa jabatan kepala desa dari 6 menjadi 9 tahun memang bukan masalah. Hal itu sah-sah saja karena sesuai kondisi riil di lapangan. Jangankan 9 tahun wacana kepala desa seumur hidup pun saya dukung asalkan setidaknya 3 syarat terpenuhi. Pertama, Kades harus mengetahui akar kesejarahan desa seperti era Yunani kuno bahwa keadilan serta upaya kesejahteraan masyarakat bukan sebatas kontrak sosial melainkan sepanjang hayat.

Kedua, mengetahui ketimpangan alias bias spasial akibat urbanisasi serta kepentingan kapitalisme yang menjadikan desa justru terbelakang. Jika Kades tahu akar permasalahan dan pemerintah pusat mau serius dalam wacana pembangunan nasional kita yakin desa adalah konservatorium peradaban menyangga terkuat keutuhan bangsa. Ketiga, sistem pemilihan di desa harus segera dibenahi karena tak jauh berbeda dengan sistem sabung ayam. Sistem pemilihan tersebut sangat berbahaya dan berpotensi mengurai kelompok baru serta melahirkan api kebencian.

Seperti yang diketahui bahwa saat ini desa terus berbenah. Di desa sudah tidak seperti dulu walaupun beberapa yang masih terasa seperti pelosok. Kini listrik bahkan internet sudah masuk desa. Adanya digitalisasi juga mempercepat pertumbuhan di desa. Kini desa dan kota sudah tak ada bedanya. Maka dari itu peran sentral kepala desa sangat menentukan sebuah kemajuan. Lebih lagi upaya rill kepala desa dalam menggairahkan masyarakat untuk bekerja bersama dalam proses pembangunan.

Bagaimana saat ini agar kepala desa terus berupaya kerja dan melahirkan kreativitas. Karena kepala desa tidak boleh ada kesenjangan dengan warganya. Karena bagaimanapun juga warga desa merupakan aktor terpenting dalam upaya kemajuan tersebut. Maka dari itu lewat tulisan kecil ini harapan kepada kepala desa agar membangun desa dengan gigih. Anggap saja pengabdian selama beberapa tahun tersebut sebagai ladang amal bukan ladang usaha memperkaya diri lewat jabatan.[]

the woks institute l rumah peradaban 18/1/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...