Woks
Perjalanan saya kali ini sangat menarik. Sejak minggu pagi saya memang libur dan kesempatan emas itulah saya manfaatkan untuk rihlah. Sejak pagi saya menghadiri acara sidang terbuka wisuda guru TPQ an Nahdliyah. Setelah itu saya langsung bertolak ke Pondok Lirboyo bersama Mas Irsyad alias Ociet.
Dengan perlengkapan seadanya kami pun berangkat dan itupun modal nekat. Kami tidak memprediksi bahwa hujan akan turun dan ternyata benar saja sejak di Ploso hujan sudah turun dengan lebat. Tapi tidak lama kami langsung tancap gas menuju Lirboyo. Ternyata justru ketika sampai di Lirboyo hujan semakin deras akan tetapi tidak menyurutkan jamaah yang sudah jadir sejak pagi. Acara tersebut adalah Maulidurrasul wa Haul Mursyidin wa Masyayikh Jam'iyyah Ahlith Thariqah Mu'tabarah an Nahdliyah (JATMAN) Jawa timur.
Untungnya sesampainya di aula muktamar Pondok Lirboyo mobil-mobil sudah berjajar rapi. Animo warga thariqoh memang luar biasa terlebih ketika mendengar Maulana Habib Luthfi bin Yahya menjadi tamu utama. Walaupun akhirnya beliau tidak hadir akan tetapi jamaah masih tetap setia sampai acara usai. Katanya, jika Habib Luthfi tidak rawuh itu fakta tapi jika tujuannya Kanjeng Nabi Muhammad SAW insyaallah beliau selalu rawuh. Kebetulan kami masih sempat mengikuti acara di sisa terakhir yaitu mauidhoh hasanah KH. Ngadiyin Anwar, mahalul qiyam dan doa oleh KH. Abdul Hamid Abdul Qadir Munawwir.
Dalam mauidhoh hasanah beberapa hal saya catat di antaranya; orang thariqoh itu harus memperhatikan silat, silo, silem. Silat berarti mereka yang tengah berjuang meliputi hal-hal fisik. Silo berarti sudah mulai fokus berdzikir dan silem sudah masuk fase tidak ingin diganggu oleh gebyarnya dunia. Tiga hal itu biasanya akan dilalui oleh para mursyid dan kita tidak boleh menyalahkan. Yang jelas jika seseorang sudah masuk ke maqam ketiga tinggal mintakan saya dawuhnya, atau doanya atau restunya.
Selanjutnya bahwa perkumpulan thariqoh ini jangan dianggap remeh. Terlebih di NU, ahlu thariqoh adalah bagian dari sayap rohaniah. Jika sayapnya baik maka akan terus terbang tinggi, insyaallah NU akan stabil. Dzikir, manaqib, tahlil, shalawat merupakan kendaraan terhebat dan khususnya dzikir adalah pasaknya kehidupan. Jika pasaknya rapuh siap-siap saja mudah terjatuh. Hal istimewa dari dzikir adalah kiamat sungkan ketika masih ada orang dzikir. Maka dari itu teruslah berdzikir kepada Allah dalam setiap hentakan nafas.
Setelah usai kami langsung bertolak pulang akan tetapi ketika sampai Ploso hujan kembali turun dengan derasnya. Kami pun menepi sejenak di masjid tepi jalan. Setelah reda barulah kami pulang dan mampir sejenak di makam auliya Tambak tepatnya ziarah ke makam Gus Miek. Sore itu peziarah sedang ramai dan memang kebetulan merupakan rombongan haul Pelem. Setelah usai ziarah perut kami keroncongan lantas kami makan di warung barat makam. Barulah setelah itu bertolak ke Tulungagung.
Di Tulungagung kami mampir ke makam Mbah Raden Hasan Mimbar Perdikan Majan. Sambil menikmati hujan di tengah-tengah sayup-sayup itu kami juga sempat menyaksikan beberapa bapak sedang berlatih jidor atau hadrah tradisional. Setelah itu barulah kami menuju Masjid Jami' Tawangsari dan di sana jamaah sudah berkumpul ramai. Singkatnya kami menunggu Habib Novel bin Muhammad Alaydrus hingga pukul 22:00 malam. Barulah setelah itu kami mendengarkan tausiah dari Habib Novel yang datang dari Solo.
Dalam tausiahnya beliau menyampaikan bahwa hari itu terdiri atas hari istimewa dan lebih istimewa. Salah satu hari lebih istimewa yaitu hari Jum'at. Termasuk bulan teristimewa adalah bulan rajab. Akan hari tersebut justru mengalami framing media sehingga selalu dikonotasikan dengan seram, demit, horor, hantu dll. Padahal semua hari baik dan mengandung keberkahan.
Mengapa bulan rajab istimewa? karena bulan ini sendiri, ia menjauh dari bulan pasangan seperti dzulqadah, dzulhijah atau muharram. Karena kesendirian bulan rajab itu akhirnya Tuhan memilih menjadi sebuah peristiwa agung isra mi'raj alias pertemuan hamba dan Tuhannya. Sebuah peristiwa yang mahluk lain pun belum sampai merasakannya kecuali Baginda Nabi Muhammad SAW.
Ada hikmah dari peristiwa isra mi'raj tersebut yaitu bahwa orang yang akan ditinggikan maqamnya di sisi Allah maka ia harus melewati seperti Nabi Muhammad SAW dulu. Nabi Muhammad SAW pernah dijatuhkan, dihina, dimusuhi, dicaci maki, diuji, merasakan pahit, tidak enek, menyedihkan, kehilangan dan ternyata hadiah dari segala macam ujian itu beliau dimi'rajkan oleh Allah. Terakhir beliau berpesan untuk jamaah agar menikmati hidup karena hidup ini hanya sekali. Dan jika ingin bahagia kuncinya hanya satu yaitu taat.
Demikianlah kisah rihlah kami di hari tersebut. Berangkat sekitar jam 12 siang dalam pulang sampai jam 12 malam. Akan tetapi dari perjalanan singkat tersebut kami merasa puas. Semoga ada berkah yang kami bawa pulang.[]
the woks institute l rumah peradaban 30/1/23
Komentar
Posting Komentar