Langsung ke konten utama

Catatan Haul Muassis PPHS 2024






Woko Utoro

Peringatan haul muassis dan sesepuh PPHS tahun ini berlangsung meriah. Selain karena yang hadir melampaui target konsumsi panitia pun ludes tersaji. Kami pun tentu bahagia dengan momen yang menggugah selera tersebut. Selain itu beberapa alumni juga menyempatkan hadir dalam acara tahun ini. Melihat momen tersebut mungkin di alam sana Mbah Haji Slamet sedang tersenyum.

Yang membedakan acara haul tahun ini dan tahun lalu adalah adanya kirim doa untuk leluhur para santri yang sudah meninggal. Kirim doa tersebut langsung dipimpin oleh Abah Sholeh. Malam puncak haul kali ini tentu bersama Abah KH Abdul Kholiq (Pengasuh PP Mbah Dul Plosokandang). Acara dimulai dengan pembacaan yasin tahlil yang dipimpin oleh alumni PPHS yaitu Mas Haris Aida dan Mas Ibnu Nur Qowim. Mereka berdua merupakan ketua pondok tahun lalu.

Setelah isya acara dimulai dengan lantunan sholawat dari grup Hadrah PPHS. Sambil menunggu jamaah dan Abah Kholiq tentu sholawat merupakan sajian terbaik. Setelah jam 21:00 tepat barulah Abah Kholiq hadir dan pengajian pun dimulai. Di momen ini sangat disayangkan pasalnya saya tidak bisa mencatat banyak soal ngaji. Alasannya saya bertugas di belakang alias cah dapur. Akan tetapi setidaknya ada dua hal yang saya catat dari ngaji Abah Kholiq.

Pertama, para jamaah dihimbau untuk terus bersambung dengan Rasulullah lewat sholawat dan ngaji. Karena hanya dengan itulah perahu kita menuju Allah akan sampai. Tak ada perihal kebaikan lain selain ngaji. Orang yang berilmu tentu lebih bermanfaat daripada yang tidak berilmu. Kedua, spirit kebangsaan kita harus dipupuk sejak dini. Sebab di dunia nan jauh di sana peperangan masih merajalela. Selain itu ideologi dan akidah kita mengalami tantangan dengan adanya gerakan takfiri dan mewabahnya Wahabi. Maka dari itu dengan ikut rombongan Nahdlatul Ulama insyaallah kita akan selamat. Karena pendiri NU adalah para ulama.

Setelah pengajian usai acara selanjutnya adalah ramah tamah. Di sinilah yang menarik di mana panitia hampir kewalahan. Selain karena jumlah yang hadir melebihi kapasitas yang disediakan. Maka kami pun bergegas terutama ketika menata sajian berupa makan nasi talam. Itu pun sebelumnya sempat bingung karena sajian berupa jajan yang menjadi suguhan sepertinya kurang. Tapi walaupun begitu tidak mengurangi khidmatnya acara malam tersebut.

Semoga saja di tahun mendatang akan banyak lagi orang yang istikomah hadir dan sama-sama ngalap berkah ngaji rutin Abah KH Abdul Kholiq. Amiin.






the woks institute l rumah peradaban 19/5/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...