Langsung ke konten utama

Catatan Silaturahmi: Berbagi Buku Berbagi Ilmu




Woko Utoro

Saya selalu senang ketika ada perkumpulan berbau literasi. Perkumpulan literasi menggugah hati untuk selalu ingin hadir. Sebab dalam perkumpulan itu pasti akan ada banyak hal didapat. Selain tentunya sajian berupa jajan, makanan minuman tentunya ilmu dan buku. Dua hal terakhir itu yang tak kalah pentingnya. Karena minat saya terhadap buku sudah tumbuh setidaknya untuk tidak disebut terlambat.

Minat terhadap buku setidaknya sudah hidup sekitar 8 tahun lalu. Sehingga dalam perjalanan saya memiliki angan-angan memiliki 1000 buku sebagai koleksi perpustakaan. Maka ketika SPK mengadakan acara silaturahmi ke ndalem Prof Ngainun Naim saya sangat bersemangat. Terlebih Prof Naim sudah mengumumkan jika beliau akan membagikan buku gratis. Singkat kisah saya dan Mas Roni diberi buku karya Budawan cum Sastrawan Ajip Rosidi. Tak tanggung-tanggung buku berbahasa Sunda tersebut beliau berikan sebanyak 6 jilid.

Buku yang isinya surat-surat Ajip Rosidi ketika beliau menjadi profesor tamu di Kyoto Jepang. Menjadi menarik karena ditulis dalam bahasa Sunda. Bahasa yang tentunya sudah kami akrabi sejak 25 tahun lalu. Maka dari itu saya berkesimpulan buku di tangan orang yang tepat akan bermanfaat. Kata Prof Naim, saya diberi buku bahasa Sunda ya ndak muni wkwk. Akhirnya buku tersebut diserahkan pada kami untuk dibaca dan resensi.

Selain soal buku tentu silaturahmi itu tentang vibrasi dan frekuensi. Kita yang sering tercerabut dari akar menulis datang pada ahli menulis. Agar semangat itu tumbuh lagi. Maka dari itu silaturahmi pada Prof Naim sama dengan mendatangi pusat sumber atau istilahnya wifi. Dengan begitu kita akan tercerahkan lagi untuk dapat menulis. Spirit inilah yang terus dijaga sampai kapanpun.

Salah satu hal menarik dari pertemuan tersebut adalah kata Prof Naim, "Jangan hidup dari prasangka". Sebab prasangka hanya menduga-duga padahal faktanya tidak demikian. Misalnya kita sering berpikir nanti tulisan saya akan dihakimi, akan dicibir, akan tidak laku dll. Padahal tulisan ya tulisan, semua baik-baik saja. Nyatanya ketika bertemu sesama penulis kita justru malah saling berbagi tawa. Tak ada yang perlu dikawatirkan apalagi takut untuk melangkah.

Maka kata Prof Naim menulis ya menulis saja tidak usah takut. Menulis itu butuh keberanian. Menulis itu butuh percaya diri. Tenang saja sebab tulisan memiliki garis takdir pembacanya tersendiri. Terlebih ke depan kita harus berupaya mengumpulkan tulisan menjadi buku. Karena buku itu riil karya kita yang esok akan dikenang sebagai bentuk syukur atas nikmat akal dan badan sehat.[]

the woks institute l rumah peradaban 6/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...