Langsung ke konten utama

Menjadi Sakti Dengan Menulis




Woko Utoro

Saya sudah membayangkan pendampingan kepenulisan tugas jurnalistik NU Online selalu menarik. Sudah dua kali pertemuan ini saya mendapat banyak pelajaran baru. Pelajaran tentang pencerahan di bidang jurnalistik. Semalam pun tak luput untuk saya tulis sebagai pengingat akan pesan Sayyidina Ali. Bagi kita yang pelupa menulis adalah cara mengikat hewan buruan (pengetahuan). Dengan menulis kita tengah merawat pengetahuan dan informasi agar lebih awet.

Pertemuan semalam Abah Alawi menjelaskan banyak hal terutama seputar tugas reportase, wawancara, observasi dan riset. Abah Alawi menjelaskan jika menulis berita itu harus memperhatikan kaidah jurnalistik, perhatikan tanda baca, serta sering kroscek EYD. Tidak hanya itu seringlah berlatih untuk menemukan ciri khas dalam tulisan agar enak dibaca.

Selain topik berita saya justru fokus pada pesan-pesan beliau yang bersifat substansial. Misalnya kata beliau menulis itu hanya soal jam terbang. Jika sudah sering berlatih nanti juga akan keluar sendiri kesaktiannya. Soal jurnalistik pengantarnya adalah teori sedangkan selebihnya berupa praktek. Selain berlatih menulis kita juga harus rajin membaca. Kata Abah, membaca itu ototnya sedangkan menulis adalah gerakan aplikasinya.

Pesan Abah jika ingin jadi jurnalis selain berkaya bacaan juga kuatkan jejaring. Tujuannya sederhana agar kita mampu adaptif terhadap perkembangan informasi. Kunci seorang jurnalis adalah mampu menunjukkan data bukan mengatakan data apalagi menilai. Jadi jelas modal untuk sakti adalah dengan terus berlatih menulis.[]

the woks institute l rumah peradaban 29/5/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...