Langsung ke konten utama

2022 Tahun Kembar : Spirit Kembali ke Muasal




Woks

Seperti biasa setiap pergantian tahun kita selalu merapal doa. Baik ganti tahun hijriah maupun masehi berdoa tak akan pernah terlewatkan. Sebagai umat beragama tahun yang telah dilalui adalah pelajaran di masa mendatang. Maka dari itu masa lalu adalah kisah hidup dan masa depan adalah harapan hidup. Semuanya dititipkan bersama doa-doa dan harapan.

Orang modern biasanya membuat resolusi sebagai pijakan hidup. Segala macam angan, cita dan harapan disusun sedemikian rupa berharap Tuhan mengabulkan. Sebelum itu tanpa lupa kita berkaca di tahun sebelumnya apa yang sudah dilakukan. Sembari belajar bahwa di tahun 2021 banyak peristiwa kelam yang sudah dilalui paling mengharu biru tentu pandemi yang menyebabkan banyak korban jiwa. Tidak hanya itu bencana alam dan kemanusiaan juga terjadi di tahun tersebut.

Saat ini harapan baru di 2022 disusun kembali. Tentu segala harapan sudah terdaftar dalam gerak langkah kita. 2021 lalu disebut tahun landep karena angka satu tajam ke bawah dan tegak ke atas. Tentu beragam arti dari tahun landep tersebut di antaranya banyak peristiwa menyedihkan, kedukaan yang terjadi. Di 2022 orang menyebutnya tahun kembar karena angka 22 itu sama. Kesamaan angka itu juga berarti semangat berganda. Tentu ragam arti bisa lebih variatif tergantung dari sudut pandang yang mana.

2022 bisa juga berarti menjadi spirit kembali kemuasal karena selama ini kita selalu lupa ke mana akan kembali. Tentu spirit mengenal kembali jati diri akan selalu berlaku hingga tahun-tahun mendatang. Semua itu disesuaikan dengan segala apa yang ingin ditempuh. Bagi para salik tentu tiap hari tiap waktu adalah bagaimana cara untuk tetep taqorrub ila Allah.

Seharusnya setiap pergantian tahun orang-orang berkaca diri bukan malah melakukan perayaan. Karena jika merujuk pada waktu maka kemarin adalah sesuatu yang terus bertambah sekaligus berkurang. Oleh karena itu semakin bertambah usia seharusnya manusia semakin sadar dari mana dan hendak kemana mereka. Pasca kehidupan fana ini tentu ada kehidupan yang abadi. Apakah kehidupan sesudah ini tidak pernah dicari ujungnya oleh setiap manusia. Entahlah, barangkali dengan pergantian tahun kita belajar untuk terus memperbaiki diri. Termasuk mencari mengapa kita tidak bertanya sekaligus mencari yang lebih esensial.

the woks institute l rumah peradaban 2/01/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...