Langsung ke konten utama

Spirit dari Hati: Aku Ingin Jadi Guru Pendamping Khusus (GPK)




Woks

Suatu saat saya ditanya oleh anak psikologi, katanya mereka resah bagaimana nanti ketika lulus mau jadi apa. Jadi psikolog harus ikut program keahlian alias profesi sedangkan untuk kuliah lagi biaya tidak terjangkau, lantas mereka bertanya kira-kira kerja apa yang pas untuk kita terutama yang di jurusan serumpun dengan psikologi.

Soal dunia kerja sebenarnya kita bisa menjadi apapun yang jelas kuncinya dua, pertama kita menaruh minat di sana, kedua kita berniat untuk bermanfaat bagi orang lain. Jika minat saja tidak punya sekalipun gaji besar untuk apa. Padahal salah satu tujuan hidup adalah mewadahi sebuah keinginan yang terpendam dan diminati. Selanjutnya jika tidak berniat bermanfaat lantas untuk apa punya ilmu, jika keilmuan hanya untuk memperkaya diri berarti sejak sekolah dasar kita telah keliru apa fungsi pendidikan. Atau memang benar pendidikan hanya mencipta pekerja alias buruh?

Bagi anak psikologi yang bingung akan pekerjaan saya mencoba menawarkan untuk menjadi GPK. Apa itu GPK? GPK adalah guru pendamping khusus. Pekerjaan ini sudah diakui pemerintah yang garis tugasnya berada di dunia pendidikan. GPK bisa juga disebut shadow teacher atau guru bayangan. Tugasnya tentu membantu wali kelas dalam proses pendampingan siswa dengan kebutuhan tertentu.

Mereka berfungsi ganda di kelas yang isinya tentu terdiri dari anak berkebutuhan khusus (abk) dan anak reguler pada umumnya. Guru pendamping tentu akan memiliki kemampuan mengelola kelas sekaligus memperhatikan perkembangan anak dampingnya. Tugas dan peran GPK tentu tidak hanya di sekolah melainkan hingga menanyakan perkembangan siswanya ketika di rumah. Tentu dalam koridor tertentu seperti observasi terkait pola makan, belajar hingga catatan harian berupa peningkatan dan penurunan.

Menjadi GPK susah-susah gampang yang jelas membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Karena tidak semua orang bisa berperan di sana maka perlu untuk pembiasaan dan mau belajar. Mempelajari anak berkebutuhan khusus tentu membutuhkan tenaga ekstra baik pikiran maupun kesempatan.

Pekerjaan ini jika benar-benar di dasari dengan kecintaan dan ikhlas insyaallah akan berbuah kebaikan. Tentu keberhasilan pendidikan inklusif ini tidak serta merta karena peran GPK semata akan tetapi melibatkan banyak pihak termasuk orang tua dan pengelola. Cuma jika anak didik pendampingan tersebut bisa keluar dan mandiri dari masalahnya pasti kita sebagai GPK akan merasa bangga dan terharu. Mereka bisa keluar dari masalah dan dapat diterima oleh masyarakat adalah sebuah keberhasilan yang luar biasa.

the woks institute l rumah peradaban 4/1/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...