Langsung ke konten utama

Harlah NU 96 Menuju Kemandirian Umat




Woks

Dalam kalender masehi kini usia NU adalah 96 tahun tertanggal sejak 31 Januari 1926-31 Januari 2022. Sedangkan dalam hitungan hijriah menginjak 99 dan hanya satu tahun lagi genap satu abad. Usia yang tidak muda lagi bagi sebuah organisasi sosial kemasyarakatan. Dalam bahasa kita jika tidak didirikan oleh orang-orang ampuh tidak akan mungkin organisasi bisa bertahan selama ini.

Kini organisasi NU dinahkodai oleh KH. Yahya Cholil Staquf bersama Rais Aam KH. Miftahul Akhyar menyongsong usia satu abad yang tentu akan menghadapi banyak tantangan. Kita tentu tahu NU sejak lama sudah mengemban amanat yang tidak mudah dari para pendahulu. Setidaknya amanat itu ada 3 yaitu amanatu diniyyah, amanatu wathaniyyah dan amanah kesejahteraan umat.

Kesejarahan NU tentu sangatlah panjang hingga menjadi organisasi besar seperti saat ini. Oleh karenanya kekuatan strategi NU sudah selaiknya disusun sejak dini. Menghadapi perkembangan zaman misalnya NU terbukti mampu mencapainya walaupun belum menyeluruh. Setidaknya NU menepis bahwa organisasi ini bukan corak tradisional dalam berpikir. Justru NU lebih maju dan dinamis dalam hal pemikiran. Anak-anak muda NU sudah tampil dan berani mengambil segala keputusan.

Keputusan untuk terus menghidupkan ajaran agama sudah menjadi komitmen sejak awal NU berdiri. NU bahkan berani dengan gigih menentang pembongkaran makam Nabi melalui Komite Hijaz di awal pendiriannya, termasuk Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari yang tidak setuju dengan pemberlakuan Saikerei Jepang. Hingga kini sikap tegas NU terus terilhami kepada penerusnya misalnya NU menyebut Indonesia sebagai negara Darussalam, NU menerima asas tunggal Pancasila, NU kembali ke Khittah, NU menolak deforestasi hingga NU memutuskan tidak ada istilah "kafir" dalam negara bangsa yang damai dan plural ini.

Komitmen NU terhadap kebangsaan juga selalu diuji sejak lahirnya negara pada 17 Agustus 1945. NU yang sejak awal selalu menjadi batu sandungan bagi pesaingnya dan punya pengalaman yang pahit. NU keluar dari Masyumi, NU berkonfrontasi dengan PKI, menjadi pesaing pemilu 55, oposan 98 hingga menolak paham khilafah. Walau demikian selama ini NU masih konsisten di garda depan untuk keutuhan bangsa.

Masalah komitmen kebangsaan NU memang selalu berpikir universal tidak memikirkan diri sendiri. Bagi NU ajaran tawasuth, tawazun, taawun dan tasamuh harus selalu digemakan di tengah permasalahan bangsa yang komplek. NU akan terus bersikap toleran, bersikap saling tolong menolong, bersikap moderat dan tengah-tengah. Soal kebangsaan NU dan kebhinekaan merupakan sesuatu yang final dan ini menjadi bukti ketegasan. Sejak dulu NU terasa minoritas dalam membendung arus radikalis ekstrimis yang ingin mengacaukan negara. Oleh karenanya sampai kapanpun persoalan bangsa ini akan selalu menjadi komitmen khusus bagi warga NU.

Selanjutnya tak kalah pentingnya salah satu amanat dari para pendiri bagaimana NU mampu memberi kontribusi kesejahteraan bagi warganya. Selama ini keanggotaan NU merupakan yang paling melarat dalam hal ekonomi. Jumlah warga NU yang lebih dari 1,4 juta orang baik struktural maupun kultural masih jauh dikatakan mapan. Oleh sebab itu memberdayakan masyarakat menjadi salah satu tujuan NU berdiri. Harapannya ke depan NU bisa melahirkan SDM unggul untuk mengisi pos-pos tertentu seperti dalam pemerintahan, pendidikan hingga kesehatan.

Memasuki abad pertamanya tentu NU harus menyiapkan strategi bagaimana upaya kesejahteraan dan kemandirian sudah mulai dibangun. Bagaimana pendidikan berkualitas bisa didapat warga NU, akses kesehatan mudah, pelatihan kerja digalakkan, basis pesantren dihidupkan serta modal kerjasama antar warga bisa menjadi strategi besar. Selama ini kita tinggal terus memupuk kerukunan dan kekompakan serta memberikan pengertian. Setelah itu barulah NU terus merawat warganya dengan kaderisasi.

Harapan besarnya di usia NU yang menjelang satu abad ini kita akan terus berkontribusi untuk Indonesia. NU akan terus berinovasi merawat kebhinekaan, menjaga kerukunan dan menciptakan peradaban. Selamat harlah ke-96 NU semoga Allah berkenan memberikan rahmatnya buat kita semua.

the woks institute l rumah peradaban 31/1/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...