Langsung ke konten utama

Spiritualitas Tanpa Batas


Gambar: Makam Syaikh Basyaruddin Kalangbret-TA


Woks

Syeikhul Akbar Ibnu Arabi' pernah berkata bahwa siapa orangnya yang memiliki guru hanya dari orang yang hidup saja berarti ia belum mampu memahami dimensi hakikat. Pernyataan beliau begitu menarik untuk dipahami lebih jauh. Sebab selama ini kita hanya tahu bahwa guru adalah mereka yang masih hidup. Kalangan kaum esoteris mencoba menggali hal itu lewat jalan spiritualitas. Jalan di mana hanya segelintir orang saja yang mengikuti arus berbeda dari umumnya masyarakat.

Kita mungkin sering berpikir aneh dengan manusia modern di satu sisi mereka tidak percaya takhayul tapi di sisi yang lain mereka menyewa jasa paranormal untuk memuluskan hajatnya. Para pemuja sains dan teknologi misalnya mereka juga sering meminta para rahib berdoa merapalkan mantra dan doa untuk kelancaran penelitiannya. Lagi misalnya untuk memuluskan jabatan seseorang sering mendatangi kuburan si A, orang yang sedang membangun bangunan sering menanam sesaji, atau orang yang sedang hajatan menyalakan kemenyan agar tidak turun hujan dan lainya. Dunia telah modern justru masyarakat tidak menafikan kehadiran para pelaku spiritual. Bahkan hal-hal yang nampak abnormal akan dicari sebagai sesuatu yang normal supranatural apalagi saat ini kita hidup di era new normal. Era di mana katanya serba sulit dan paceklik kebutuhan yang berkepanjangan.

Para pegiat spiritual dalam masa selanjutnya akan yakin bahwa ada banyak hal yang ia belum ketahui di luar dirinya. Ada energi yang bisa diakses sebagai sebuah jalan di mana kita belajar tentang hal-hal di luar diri sendiri. Orang seperti Gus Dur misalnya saking sudah bersih hatinya selalu mudah untuk terkoneksi dengan para leluhur padahal mereka telah terpendam ratusan tahun silam dalam tanah. Gus Miek pun demikian, beliau sering merasa repot ketika selalu berinteraksi dengan manusia. Sehingga kadangkala menemui orang yang telah mati justru lebih menentramkan. Alasannya karena mereka sudah tidak memiliki kepentingan apapun selain telah kembali ke Allah rabbul izzah.

Berbeda dengan orang yang hidup, mereka memiliki seribu kepentingan. Sehingga belum tentu doa-doa dapat menembus langit. Kadangkala justru petuahnya mengandung unsur kepentingan dalam bentuk apapun. Padahal seperti halnya keshalehan tidak perlu ditonjolkan apalagi dikonversi menjadi hal yang materiil. Kita perlu mempelajari hal ini lebih jauh agar kita tahu bahwa orang hidup tidak boleh sombong.

Kalangan spiritualis selalu memandang bahwa manusia tidak hanya diatur oleh tubuh fisik semata melainkan harus ada makanan ruhani yang dipenuhi. Sesungguhnya makanan ruhani itu adalah bagian dari pengelolaan jiwa. Maka tak salah jika beberapa orang begitu asyik dalam mengamalkan aurad dzikir, ribath sebagai sarana bermeditasi, shalawat sebagai transformasi jiwa, hingga maqbarah sebagai media charge ruhaniyah.

Bayangkan saja berapa banyak orang mendatangi makam auliya hanya untuk berdoa kepada Allah melalui wasilah mereka para kekasih Tuhan. Mereka datang dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan bermacam-macam. Begitulah kiranya kondisi masyarakat kita yang masih meyakini bahwa para kekasih Tuhan itu tak pernah mati. Mereka selalu hidup bahkan memancarkan energi yang bisa menggerakan setiap orang. Kalangan akademisi pun tak bisa dipisahkan dengan hal-hal yang berbau mistis itu. Bahkan beberapa kali kita temui mereka rutin bermunajat di sekitar makam atau mendatangi orang pintar hanya demi memuluskan hajat misalnya tembus jurnal scopus atau terkait jabatan. Dari banyak hal yang kita temui di lapangan tentu masyarakat akan terus percaya bahwa ada energi yang bisa mereka rasakan sebagai sebuah jalan mengasah spiritual. Tujuan utama tak lain untuk mendekat kepada Allah swt.

the woks institute l rumah peradaban 19/3/21

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...