Langsung ke konten utama

Cara Menikmati Hujan




Woko Utoro

Penghujan telah tiba. Air mengalir begitu deras dari langit. Bumi yang telah lama bertaman gersang seketika girang ditimpa hujan. Begitulah kisahnya, rintik rindu bertemu menumbuhkan pepohonan.

Saat hujan tiba memang selalu saja teristimewa. Walaupun secara sadar ada orang kecewa karena hujan. Ahh hanya orang-orang culas yang tak tau arti rasa syukur. Padahal hujan hanya datang ketika tiba musimnya. Hujan tak pernah ingkar janji. Maka tak salah jika Ebit G Ade mempertanyakan sambil merapal roda zaman, "Mendung, benarkah pertanda akan segera turun hujan?".

Begitulah hujan, sederhana namun istimewa. Kata Mbah Sujiwo Tejo, "Sangat merugi di kala hujan, air mata tak jadi puisi". Sebuah ungkapan bahwa hujan dan kemarau tak perlu disesali. Musim itu hanya datang ketika Tuhan meminta. Walaupun seribu menyan dibakar, doa dan mantra dihajatkan serta sesaji dihidangkan jika Tuhan tak ingin hujan maka air selalu tertahan.

Hujan itu seperti anak kecil yang kadang merepotkan. Khususnya bagi mereka yang tergesa-gesa dan tak membawa jas hujan. Tapi selalu diingat walaupun hujan kadang dibenci padahal paradoks, ia juga dicintai. Siapa yang sanksi melihat anak-anak berjingkrak, katanya "Air dari keran langit telah dibuka. Kita harus merayakannya". Begitulah mereka selalu mengukir kisah yang sama tentang basah dan kuyup. Tentang riang dan gembira.

Walaupun kadang hujan membawa petir, menyelipkan badai tapi yakinlah selepasnya pelangi indah tiba. Hidup harus terus optimis. Begitulah kiranya bahwa kemarau ada masanya. Dan hujan ada gilirannya. Semua hanya soal pergantian antara siang dan malam, antara tawa duka, tangis serta bahagia. Yang terpenting ketika problem hidup datang tak usah khawatir. Ibarat tulisan di bibir pantai akan ada hujan yang menghapus kesedihan.[]

the woks institute l rumah peradaban 29/11/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...