Langsung ke konten utama

Pesantren Egaliter




Woko Utoro

KH Anwar Zahid, penceramah kondang asal Bojonegoro selalu mengkampanyekan pesantren sebagai lembaga pendidikan utama. Bagi beliau pesantren bukan lembaga pendidikan alternatif apalagi pilihan terakhir. KH Anwar Zahid beralasan bahwa pesantren sudah terbukti manjur mampu menyelamatkan moralitas peserta didik di tengah arus modernisme.

Akhlak atau moralitas memang lebih diutamakan daripada ilmu. Bagi dunia pesantren akhlak adalah utama terlebih di zaman ini soal etika sudah mulai luntur. Bangsa yang sejak lama dikenal ramah justru mendapat julukan pemarah. Salah satu hal mengapa stigma tersebut terjadi karena pendidikan formal tidak mampu adaptif dan terlambat merespon arus digitalisasi. Sedangkan jika bicara pesantren justru menjadi lembaga yang tetap eksis sekalipun zaman silih berganti.

KH Anwar Zahid selalu sangsi sekaligus mempertanyakan mengapa sistem pendidikan nasional hanya mengutamakan akademik, padahal penempaan akhlak lebih utama. Termasuk mengapa pendidikan formal selalu tebang pilih dalam menerima murid. Padahal seharusnya pendidikan menekankan arti inklusif dalam hal menerima siswa. Oleh karenanya kiai yang disapa Abah Anza itu menyodorkan bahwa pesantren adalah lembaga yang mampu menjawab problem tersebut.

Pesantren sejak dulu tidak membedakan santri berdasarkan kategori apapun. Bahkan pesantren cenderung menerima santri dengan kemampuan di bawah standar. Karena prinsip pesantren adalah menanamkan iffah, muruah, himmah dan azimah pada setiap santri. Bahwa guru yang baik adalah mereka yang mampu menghantarkan santri menuju potensinya. Bahwa santri yang baik selalu lahir dari guru yang tepat.

Pesantren selalu egaliter dalam menerima santri. Termasuk memberlakukan sama dan tidak ada yang diistimewakan. Santri semua mencecap ilmu kiai secara terbuka. Memang ciri khas pesantren yaitu bukan hidden curriculum akan tetapi open curriculum. Setiap orang bisa belajar dan mendengarkan apapun ilmu kiai tanpa dibedakan. Bahkan segala macam varian santri misalnya santri mukim, kalong, kilatan semua sama. Semua mendapat porsi keilmuan yang sama sedangkan yang membedakan adalah kemampuan individu.

Sekali lagi pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin yang masih eksis hingga kini. Telah mampu merespon bahwa perbedaan itu rahmat. Maka tidak boleh sistem pendidikan manapun membedakan peserta didik berdasarkan kategori apapun. Mereka seharusnya diberi porsi yang sama untuk mendapatkan pengetahuan. Justru seharusnya peserta didik didorong untuk hidup mandiri dan bermanfaat bagi umat. Tidak hanya soal keagamaan akan tetapi lainnya termasuk sosial dan ekonomi.[]

the woks institute l rumah peradaban 26/11/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...