Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2025

Ketika Seseorang Lahir Dari Masjid

Woko Utoro Dulu ketika saya bertolak ke Tulungagung salah satu pesan unik dan hingga hari ini terus diingat adalah berkaitan dengan masjid. Pesan tersebut berisi tentang anjuran memakmurkan masjid. Guru saya Ustadz Kusnata dan Ustadz Khariri pernah berpesan demikian, jika di tempat orang carilah masjid. Di rumah Tuhan itulah hati kita akan tenang. Lambat laun hingga saat ini saya selalu ingat pesan dua beliau. Ternyata pesan tersebut begitu mendalam. Terlebih lagi ketika saya tahu bahwa Prof Dr Kutbuddin Aibak, alias Pak Ibek juga dibesarkan dari masjid. Bahkan hingga hari ini Pak Ibek tidak pernah jauh dari dunia permasjidan. Dunia masjid dan takmir ternyata membawa berkah sampai Pak Ibek menjadi guru besar di UIN SATU Tulungagung. Kita pernah dengar penggalan lagu Ujung Aspal milik Iwan Fals. Dalam lagu terdapat kamar di mana tempat bocah loper koran lahir. Intinya bukan soal tempat tapi berkaitan dengan awal mula seseorang berpijak. Termasuk juga masjid dan bahkan ada orang yang mer...

Pertarungan Melawan Hawa Nafsu

Woko Utoro  Dalam berbagai pertandingan olahraga entah itu bulu tangkis atau sepakbola, nafsu dan ambisi kadang sering bercampur. Ada hasrat misalnya ingin mencetak gol agar disebut pahlawan atau keren atau menghindar dari bullying. Semua itu tampak wajar karena tanpa ambisi kita tak akan termotivasi. Hanya saja ambisi itu bagian dari hawa nafsu. Bagian yang membuat kita terlena lalu lupa bahwa terpenting adalah bermain bagus. Ya, kadang kekalahan bukan karena lawan bermain bagus. Tapi justru kadang karena kita sering membuat kesalahan sendiri. Itulah yang kadang harus kita pelajari. Bahwa untuk menaklukkan lawan adalah menaklukkan diri sendiri. Bahwa memahami orang lain adalah memahami diri sendiri. Bagaimana mungkin kita membaca orang lain sedangkan diri sendiri saja belum selesai. Benar kata Nabi bahwa peperangan besar di akhir jaman adalah bukan perang Badar atau perang Uhud tapi perang melawan diri sendiri. Itulah nafsu yang sejatinya harus kita jinakan tiap hari. Nafsu yang berge...

Bersyukur, Nikmat akan Ditambah

Woko Utoro  Sebenarnya jika boleh jujur dalam hati yang cukup segala nikmat yang diberikan Allah sudah terlampau cukup. Bahkan lebih dari cukup. Hanya saja ego, nafsu dan segala keinginan mengkonversi menjadi selalu kurang. Padahal esensi hidup jika diperas salah satunya terletak pada kata syukur. Dalam Al Qur'an jelas bahwa orang yang pandai bersyukur maka nikmat akan ditambah. Sebaliknya orang yang kufur alias ingkar maka bersiap saja azabnya teramat pilu. Lantas bagaimana cara kita bersyukur. Sederhana saja bahwa syukur itu harus mengosongkan keinginan. Jadi makin kita tak berpikir objek keinginan maka akan mudah nikmat dikabulkan. Dalam bahasa Mbah Nun bersyukur itu jangan seperti dagang. Anda mungkin tahu orang dagang itu orientasi utamanya adalah laba. Nah, dalam konten bersyukur jangan demikian. Mbah Nun mencontohkan mengapa orang mudah gagal secara mental. Sebab doa, amalan, sholawat bahkan sholatnya hanya untuk menambah keuntungan. Jika semua ibadah itu tak berdampak denga...

Menulis Adalah Jalan Pulang

Woko Utoro  Dunia kini makin hari semakin patriarki. Dunia yang tidak ramah dengan tangis, curhat, mengeluh hingga depresi. Kita tentu tahu segala emosi yang keluar dari diri merupakan respon tubuh alami. Setiap orang memiliki problematika dan tidak setiap kita memahami. Kadang di sanalah kita ingin di dengar tanpa takut dihakimi, ingin curhat tanpa khawatir disalahkan atau ingin mendapat perhatian tanpa perlu memelas. Tapi bagaimana dengan nasib laki-laki yang menangis atau perempuan yang curhat. Kadang dua hal itu menjadi berbeda dalam pandangan orang lain. Seringkali justru dianggap melankolis cuma karena tangis, atau bahkan cengeng dan lemah hanya karena curhat. Emosi tersebut selalu menjadi sanksi menurut orang lain dan kita selalu mencari cara agar minimal dimengerti diri sendiri. Dari hal itulah akhirnya saya memilih menulis. Bagi saya menulis bukan untuk dianggap pintar, atau ingin dikenal karena ide dan gagasan. Bagi saya menulis adalah cara mendengarkan problem diri. Menulis ...

Mendewasakan Batin

Woko Utoro  Dalam cara haul Gus Miek ke-33, Gus Robert Miek melempar canda kepada Gus Kautsar yang tak lain misanan nya. Kata Gus Robert, usia dhohir Gus Kautsar mungkin bisa lebih tua darinya tapi usia batinnya belum tentu. Dari guyonan tersebut kita jadi turut berpikir mungkin benar juga bahwa usia dhohir seseorang kadang bertolak belakang dengan usia batinnya. Misalnya ada orang yang nampak masih muda tapi ternyata usia batinnya sudah matang dan dewasa. Dari guyonan tersebut saya jadi ingat sepenggal kisah dari pewayangan yang dimainkan alm. Ki Seno Nugroho. Singkat kisahnya Pakdhe Darmokusumo marah karena dicegah naik ke Kahyangan dan merubah dirinya menjadi Buto alias Dewa Amral. Darmokusumo pun dicegah oleh Gatutkoco dan Ontorejo tapi tidak bisa. Darmokusumo pun mengobrak-abrik istana para Pandawa. Akhirnya Ontoseno si bungsu membohongi Prabu Bolodewo karena Dewa Amral menghina pusaka Kiai Nenggolo dan Kiai Alugoro. Tapi ternyata Prabu Bolodewo pun tidak bisa menghentikan Buto t...

Ya Kariimal Akhlak

Woko Utoro  Nampaknya potongan video Mbah Nun melantunkan Tarhim gubahan Syeikh Mahmud Khalil Hussary begitu syahdu terdengar. Walaupun beberapa kali saya putar rasanya justru makin merindu. Pasalnya shalawat yang diputar sebagai penghantar adzan itu begitu mendayu. Terkhusus saat kita mencoba memahami makna di dalamnya. Saya tentu tidak akan mencuplik teks Tarhim di sini. Saya hanya ingin menghayati apa yang disampaikan Mbah Nun. Kata Mbah Nun tak ada yang bisa menandingi kerinduan kita kepada Rasulullah SAW. Bahkan uang milyaran pun tak akan mampu membeli nikmatnya bisa bermakmum bersama Rasulullah SAW. Sosok yang tinggi akhlaknya lagi penyayang. Sosok yang penuh wibawa lagi dapat diandalkan di akhirat kelak. Kata Mbah Nun, jangan silau dengan dunia. Dunia itu tidak ada artinya. Jika dibandingkan dengan shalat bersama Rasulullah sungguh dunia itu hina. Bagaimana pun juga sumber penyakit itu berasal dari makanan. Sedangkan makanan disimpan di dalam perut. Makanan tersebut adalah urusa...

Manusia Terpercaya

Woko Utoro  Di Indonesia menjadi pemimpin itu harus kaya dan memiliki banyak pengikut. Akibatnya kepemimpinan berorientasi pada politik dagang sapi kata Gus Dur. Padahal siapa saja bisa jadi pemimpin asalkan memenuhi kriteria, berkarakter dan berintegritas, serta menjunjung tinggi supremasi hukum. Dalam acara yang dihelat oleh PB PMII, Prof Nasaruddin Umar menjelaskan tentang Surah Al Qashash ayat 26 yang intinya pemimpin itu setidaknya memiliki dua kriteria yaitu Al Qawiy (kuat) dan Al Amin (Terpercaya). Dalam ayat tersebut tidak terdapat konotasi berapa usianya, berapa aset hartanya, atau bagaimana kondisi fisiknya. Ayat tersebut menjelaskan bahwa kadang usia biologis tidak sama dengan usia spiritual. Dalam makna lain usia batin lebih tua daripada usia fisik. Dari itulah tidak salah jika dalam sejarah Rasulullah SAW pernah memilih Usamah bin Zaid menjadi panglima perang padahal usianya baru menginjak 19 tahun. Termasuk kisah Nabi Musa muda yang diambil mantu oleh Nabi Syu'aib kar...

Pondok Yang Kesepian

Woko Utoro  Hampir tiap hari pondok kami sepi. Sepi karena memang hanya menyisakan beberapa santri atau karena hakikatnya kesepian tiap hari. Pertama, banyak dari mayoritas penghuni sedang melakukan pengabdian di luar pondok. Kedua, memang tiap hari pondok mengalami sepi bukan karena tiada santri tapi tiada yang mengaji. Setiap hari yang mengikuti ngaji Abah hanya tiga orang santri. Tiga orang santri itu pun masuk kategori santri lawas yang beberapa bulan lagi boyongan. Bagaimana jadinya jika tiga spesies santri itu benar-benar boyong. Bagaimana kondisi pondok ketika mereka sudah berada di rumah. Lantas siapa yang akan meramaikan pondok ke depannya.  Ramainya pondok sebenarnya sederhana yaitu selain adanya santri secara kuantitas juga adanya santri secara kualitas. Artinya santri kualitas adalah mereka yang selalu mengikuti ngaji. Karena ruhnya pondok adalah ubudiyah dan ta'lim. Jika santri banyak secara kuantitas tapi mereka malas ibadah dan ngaji maka pondok sama dengan sepi. Le...

4 Tingkatan Membaca Dalam Al Qur'an

Woko Utoro  Al Qur'an itu samudera luas. Siapa saja bisa menyelam atau tenggelam di sana. Saking dalam dan luasnya informasi yang ada pada Al Qur'an seketika membuat kita berpikir. Al Qur'an tak habis-habisnya membuat kita dipaksa menyelami lebih dalam lagi. Salah satu hal menarik dalam Al Qur'an adalah perihal membaca. Menurut Gus Ach Dhofir Zuhry Malang, tingkatan membaca dalam Al Qur'an ada 4 yaitu qira'ah, tilawah, tartil dan tadabbur. Pertama, qira'ah terdapat dalam Surah Al Alaq ayat 1-5. Tipe membaca jenis ini merupakan yang paling dasar. Alasannya kita masih fase bingung apa yang harus dibaca. Jadi intinya di fase ini kita masih dalam pencarian apa yang harus dibaca, apa yang harus dipelajari, apa yang harus dikerjakan dll. Kedua, tilawah terdapat dalam Surah An Naml ayat 92. Tilawah maksudnya membaca sambil memahami maknanya. Bagaimana membaca tipe kedua ini membentuk laku. Termasuk bagaimana fenomena membuat kita mengambil hikmah. Karena membaca je...

Bapak Membaca Kahlil Gibran

Woko Utoro Setiap orang tua punya jalan istimewa. Terutama dalam memperlakukan anak-anaknya tak terkecuali bapak. Bagi saya bapak itu unik salah satunya berkaitan dengan pola asuh. Tipe pola asuh yang beliau terapkan adalah demokratis. Bapak tak pernah memaksa dan cenderung bermain logika. Salah satu hal yang saya ingat adalah beliau selalu mengajak berpikir. Misalnya jika melakukan aktivitas A beliau tidak langsung melarang "jangan" tapi lebih reflektif. Jika kita melakukan A nanti akibatnya B maka dari itu akhirnya kita ikut berpikir. Mungkin apa yang dikatakan bapak benar juga dan seterusnya. Termasuk soal pilihan hidup pola pikir bapak sederhana. Beliau tidak neko-neko dan semua berjalan apa adanya. Tapi titik poinya semua diserahkan pada Allah. Kata beliau hidup yang disandarkan pada Allah itu akan terasa nikmat. Hidup menjadi terarah dan tidak usah mengkhawatirkan apapun. Saya menduga pikiran bapak terpengaruh banyak hal salah satunya melalui puisi Khalil Gibran yang be...

Nyalakan Lampu

Woko Utoro  Setiap sore seorang anak diperintah kiai untuk menyalakan lampu kamar. Padahal kamar tersebut dalam keadaan kosong. Karena si penghuni masih menikmati waktu liburan. Santri pun berpikir mengapa lampu perlu dinyalakan, bukankah tidak hemat listrik. Mendengar hal tersebut kiai menjelaskan bahwa menyalakan lampu bukan soal hemat atau boros tapi tentang banyak hal. Bahwa gelap itu tidak baik. Karena gelap dianggap tempatnya syeitan. Seperti halnya hati harus dihidupkan dengan dzikir agar terus tercerahkan. Hati yang gelap justru akan jauh dari rahmat. Termasuk ilmu, ia hanya akan masuk ke rumah hati yang penuh cahaya. Menyalakan lampu adalah bagian dari membuka pintu rezeki. Keadaan gelap justru sebaliknya yaitu menutup pintu rezeki. Gelap membuat kita belajar tentang perubahan. Bahwa orang tidak mungkin terjebak dengan dunia keburukan. Mereka harus bergegas sadar untuk merubah diri agar lebih baik. Kebaikan itu selalu terbuka dan keburukan selalu tertutup. Sama halnya dengan ...

4 Tipologi Kiai

Woko Utoro  Di jaman ini sosok kiai masih menjadi panutan. Walaupun maknanya sedikit tergerus jaman setidaknya kiai masih berfungsi sebagai social broker atau juru kemudi masyarakat. Tapi tahukah kita bahwa ada 4 tipologi kiai yang berkembang di masyarakat. Pertama, kiai tutur. Tipe kiai ini merupakan sosok yang pandai berceramah. Panggung dakwah menjadi medan harian. Bahkan petuah-petuahnya dinantikan oleh jama'ahnya. Sayangnya di era ini panggung kiai tutur berubah jadi ladang show. Akibatnya di masyarakat mengenal istilah tuntunan jadi tontonan dan sebaliknya. Kedua, kiai sembur adalah istilah untuk seseorang yang memiliki keahlian suwuk alias pengobatan. Biasanya tipe kiai ini sering didatangi orang dengan alasan kesehatan. Atau bisa juga kesulitan hidup seperti perihal jodoh, usaha, hingga karir. Kiai tipe ini biasanya hanya dapat ditemui melalui mulut ke mulut dan jarang menampakkan diri. Ketiga, kiai sumur yaitu jenis kiai yang memiliki banyak disiplin ilmu. Kiai tipe ini ce...

Catatan Pertemuan Rutin Kepala TPQ Kortan Kauman di Mojosari

Woko Utoro  Alhamdulillah saya bisa hurmat acara pertemuan kepala TPQ se Kortan Kauman. Kali ini bertempat di TPQ Roudlatul Athfal Mojosari di bawah asuhan Bu Hj Roudhotul Jannah. Lama sekali saya tidak hadir dalam acara ini. Sekalinya hadir saya langsung menjadi tuan rumah. Untung saja saya dibantu dua teman dan pastinya tuan rumah asli yaitu Bu Hj Roudhoh. Seperti biasa acara ini dimulai pada pukul 09:00 pagi. Saat sebelum peserta hadir kami sudah mempersiapkan diri. Salah satunya mempersiapkan sound system, karpet, meja, jajanan hingga banner acara. Sampai waktu yang ditentukan akhirnya acara pun dimulai. Acara dipandu oleh Ibu Nyai Masfi'ah dan dirijen oleh Bu Mala. Sedangkan tetamu di depan dihadiri oleh Kiai Mualif dan Pak Imam Asrofi. Dalam sambutannya Bu Hj Roudhoh menyampaikan terimakasih atas hadirnya para asatidz dan memohon maaf atas segala kekurangan. Sedangkan Pak Imam Asrofi menyampaikan agar para dewan guru TPQ selalu semangat walaupun tantangan ke depan makin nyata...

Review Buku Cinta Ibu Dalam Nasihat

Woko Utoro Mencintai ibu tidak harus dimulai dari bulan Desember. Barangkali itulah kalimat yang ingin disampaikan Siti Rodi'ah lewat buku barunya Cinta Ibu Dalam Nasihat (2025). Mencintai ibu minimal bisa dimulai dari mengingat nasihatnya. Lebih lanjut tentu mengaplikasikan nasihat tersebut menjadi laku kehidupan. Siti Rodi'ah melalui buku setebal 165 halaman tersebut memuat 18 petuah bijak ibunya yang bernama Musriah. Buku tersebut juga diberi pengantar oleh Prof. Dr. Ngainun Naim, M.H.I. yang merupakan guru besar UIN SATU Tulungagung. Dalam pengantarnya Prof Naim menuliskan yang intinya siapa yang hidup tak memiliki beban dan masalah. Setiap orang memiliki beban, masalah, tanggungjawab serta perannya tersendiri. Termasuk bagaimana berupaya membangun karakter dengan baik. Dan salah satu perjuangan membangun karakter tersebut bisa dilihat dari sosok ibu. Setidaknya bisa kita hayati melalui pesan atau petuah bijaknya.  Dalam buku Cinta Ibu dalam Nasihat ini Siti Rodi'ah ber...

Bidadari Bermata Bening

Woko Utoro Entah mimpi apa aku semalam bisa sampai ke rumahnya. Lebih tak mengerti lagi aku bisa meminangnya sebagai calon istri. Dia yang ku pilih sebagai tambatan hati. Dan aku menyebutnya sebagai bidadari bermata bening. Seorang gadis sederhana dari ujung Pulau Jawa tepatnya Dusun Talkandang Desa Kota Anyar Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.  Aku mengenalnya sekitar September 2024. Hingga detik ini komunikasi kami sudah berjalan hampir satu tahun. Sebuah waktu yang pastinya akan membutuhkan lebih lama lagi. Karena kami tahu saat kenal pertama hubungan ini ingin berlanjut ke jenjang lebih serius. Bagi kami yang ternyata satu almamater di jurusan Tasawuf Psikoterapi hubungan baik harus dirawat bersama. Karena bagaimanapun juga terkadang dewasa itu lahir dari kebersamaan.  Hingga detik ini kami berdua diam-diam saling memahami. Dia yang kadang kesulitan mengenali diri sendiri mencoba untuk mencari solusi. Sedangkan aku sendiri belajar memahaminya sambil menghayati lingkungan. Aku ...

Dingin

Woko Utoro Suhu menjelma dingin. Udara diam-diam membeku dan kita tak bisa menahan lajunya. Inilah fenomena di mana alam menyuguhkan kuasaNya. Saat kita bertanya dari mana dingin berasal? langit hanya diam. Manusia hanya pura-pura mendengar. Sedangkan laut masih sibuk bermain dengan ombak. Apalagi gunung ia tetap menjulang tinggi sambil sesekali menurunkan kabut tebal. Tak ada yang bisa memastikan dari mana dingin berasal. Yang jelas apakah selimut bisa menangkis dingin? jawabnya singkat, "Selimut hanya menyediakan kemalasan atas alibi kehangatan". Kata api, "Kita juga tak mampu membakar dingin sebab ia datang lebih dulu". Kata mentari, "Tugas kami hanya bersinar sedangkan dingin tak bisa kompromi dengan terik". Kata bumi, "Jangan tanya kami, karena bumi adalah karpet menghampar dan tak bisa memberi kehangatan". Lantas bagaimana kita menerka tentang dingin. Apakah dingin adalah suhu, udara, iklim, cuaca atau musim. Yang jelas dingin adalah kondis...

Bekerja Untuk Hari Ini

Woko Utoro Warisan terbaik untuk masa depan adalah ilmu. Kalimat tersebut mengandung energi sekaligus fakta bahwa hari esok tidak ditentukan oleh harta benda. Kendati masa depan butuh modal akan tetapi ilmu lebih utama dari semua hal materi. Maka dari itu orang berilmu tidak usah khawatir akan hari esok. Jika ada ungkapan bekerja untuk hari esok mungkin sekilas benar. Tapi sebenarnya bisa saja tidak tepat. Pasalnya kerja itu untuk hari ini. Sedangkan kerja untuk masa depan adalah pendidikan atau orientasi ilmu bukan harta. Terlepas dari mencari kerja itu sulit yang jelas tidak serumit menimba ilmu. Yang perlu kita garis bawahi adalah rasa syukur. Dalam hal apapun salah satunya soal pekerjaan point nya adalah bersyukur. Artinya bahwa di tengah badai PHK dan kesulitan mencari kerja toh pekerjaan kita hari ini patut disyukuri. Demikianlah pesan Ustadz Nuryani pada kami tentang arti pekerjaan. Nampaknya pesan beliau tersebut memiliki maksud bahwa sebenarnya kerja itu banyak. Hanya saja ki...

Menuju Cahaya Cinta

Woko Utoro  KH Purnawan Bukhori berkisah dalam Haul Pondok PETA ke-56 bahwa orang yang ziarah ke makam ulama seperti silaturahmi semasa hidup. Jadi bagi ulama dan auliya kematian tak ada bedanya justru mereka sebenarnya masih hidup. Hadir dalam majelis haul pun jangan dianggap sepele. Karena jika kita tahu secara hakikat hadir di majelis haul seolah ada keberkahan yang turun begitu deras. Para wali Allah itu unik. Hidup mereka memang bersandar hanya kepada Allah. Sehingga bagi mereka materi tak berarti apa-apa, yauma lâ yanfa‘u mâluw wa lâ banûn (As Syua'ra : 88). Materi dianggap penting oleh hamba yang amatir. Maka dari itu ciri walinya Allah adalah dicerca oleh orang alim dan dihina oleh orang bodoh. Prof Ahmad Luthfi Ponorogo juga menambahkan salah satu orang diangkat jadi wali adalah karena keikhlasannya. Sebab ikhlas itu ruh utamanya amal. Ikhlas itu ada upaya yang tidak mudah dalam bersandar pada Allah. Bersandar pada Allah itu penuh resiko. Dalam Surah As Shofat 168-170 ikh...

Melewati 4 Jembatan Dunia

Woko Utoro  Kadang saat mendengar istilah sirathal mustaqim pikiran kita langsung melayang. Pasalnya gambaran ketika ustadz menjelaskan begitu mengerikan. Misalnya jembatan tersebut serupa rambut dibelah tujuh dan di bawahnya langsung neraka dengan api menyala. Orang-orang yang berjalan di atas sirathal mustaqim akan disesuaikan dengan amalnya. Ada orang yang berjalan biasa, merangkak, ngesot, bergelantungan, berlari hingga berpegangan melalui lidahnya. Rasanya ilustrasi tersebut menakutkan. Padahal maksud dari semua itu adalah susah payah. Jadi orang yang melewati sirathal mustaqim akan sangat kesulitan. Walaupun sulit bukan berarti tidak bisa dilewati. Yang jelas akan selalu ada jalan di mana kita bisa melewatinya. Seperti halnya jembatan di dunia yang harus kita hadapi setidaknya ada 4 hal. Kata Ali Syariati 4 hal itu dalam Al Qur'an adalah alam, masyarakat, sejarah dan diri kita sendiri. Empat hal tersebut sebisa mungkin harus kita lewati. Misalnya bagaimana kita bersahabat den...

Rasulullah SAW Tidak Hadir Dalam Mimpi?

Woko Utoro Beberapa kali saya merenung mengapa Rasulullah SAW tidak hadir dalam mimpi. Rasanya seperti bumi langit. Sulit sekali beliau hadir barangkali beberapa detik saja. Padahal ada sekacam kerinduan yang kadang kita sendiri tak mengerti. Bahkan tak jarang kita meneteskan air mata saat indal qiyam . Air mata yang berarti tidak mengerti atau memang ekspresi rindu. Saat saya membaca dan mendengar kalam ulama bahwa ingin berjumpa Rasulullah SAW itu mudah. Tentu saya sangat antusias. Saya mencoba bagaimana caranya bisa bersua kekasih Tuhan tersebut. Tapi resep dari ulama lain justru tak kalah beratnya. Kadang dari itu saya pun langsung down dan seperti sesuatu yang tidak mungkin. Maka yang bisa saya lakukan hanya merenung sejenak. Seraya berpikir bagaimana, mengapa atau apa mungkin? Dalam hidup padahal kita hanya ingin bersua Rasulullah SAW barangkali sekali saja. Itu pun tidak muluk-muluk, ya barangkali sekadar melihat beliau tersenyum. Atau barangkali sekadar beliau lewat saja sudah...

Menek Jambe

KH Purnawan Bukhori menyampaikan kisah menarik seputar menek jambe dalam peringatan Haul Akbar Pondok PETA ke-56. Menek jambe seperti yang akrab kita tahu yaitu plurutan jambe atau bahasa di rumah saya Pucang adalah permainan khas saat Agustusan. Permainan tersebut ternyata mengandung banyak filosofi salah satunya gambaran atas pelaku thariqah. Kata Kiai Pur, suatu hari Mbah Yai Djalil dawuh bahwa permainan menek jambe sangat nasionalis sekali bahkan cocok sebagai ilustrasi bagi pengamal thariqah. Kata Mbah Yai Djalil coba lihat orang menek jambe itu perlu perjuangan karena walaupun jalannya lurus tapi menanjak dan licin. Gambaran orang berthariqah pun demikian bahkan banyak di antara mereka hanya mengira. Misalnya baru berjalan setingkat tapi sudah mengira berada di atas. Banyak juga yang mengira mereka sudah bijak dan penuh hikmah. Padahal mereka baru saja menaiki tangga pertama dan bahkan banyak yang mlorot hingga terjatuh. Maka dari itu seperti naik jambe orang thariqah juga harus ...

Menggugah Kesadaran Batin

Woko Utoro  Prof Ahmad Ismail dari Semarang berkisah pada acara Haul Akbar Pondok PETA ke-56. Beliau menjelaskan apa alasan orang datang ke acara peringatan haul? setidaknya ada 3 yaitu kesadaran, mahabbah dan khidmah. Beliau mengawali dengan dawuh Mbah Yai Djalil suatu ketika berkata, "Saiki, nek kene, ngene, koyok opo ae aku gelem". Kata-kata tersebut berkaitan dengan ahwal yaitu ilmu tentang kondisi. Di mana dalam kondisi apapun kita memang harus ikhlas untuk menjadi hamba pilihan. Walaupun kadang kondisi tidak menguntungkan yang pasti karena ikhlas tersebut kita bukan sekadar bertahan tapi menjalankan. Kata Prof Ismail orang datang dari jauh digerakkan atas dasar mahabbah. Rasa cinta itulah modal utama di mana murid selalu menaruh hormat kepada gurunya. Jangan lupa kesadaran di awal juga sangat penting sebagai faktor penggerak. Dawuh Mbah Yai Djalil saat masih sugeng, "Kukune jo lali diketok i". Ini arti kesadaran harus diawali sejak dini dan diusahakan mulai da...