Langsung ke konten utama

Review Buku Cinta Ibu Dalam Nasihat




Woko Utoro


Mencintai ibu tidak harus dimulai dari bulan Desember. Barangkali itulah kalimat yang ingin disampaikan Siti Rodi'ah lewat buku barunya Cinta Ibu Dalam Nasihat (2025). Mencintai ibu minimal bisa dimulai dari mengingat nasihatnya. Lebih lanjut tentu mengaplikasikan nasihat tersebut menjadi laku kehidupan.


Siti Rodi'ah melalui buku setebal 165 halaman tersebut memuat 18 petuah bijak ibunya yang bernama Musriah. Buku tersebut juga diberi pengantar oleh Prof. Dr. Ngainun Naim, M.H.I. yang merupakan guru besar UIN SATU Tulungagung. Dalam pengantarnya Prof Naim menuliskan yang intinya siapa yang hidup tak memiliki beban dan masalah. Setiap orang memiliki beban, masalah, tanggungjawab serta perannya tersendiri. Termasuk bagaimana berupaya membangun karakter dengan baik. Dan salah satu perjuangan membangun karakter tersebut bisa dilihat dari sosok ibu. Setidaknya bisa kita hayati melalui pesan atau petuah bijaknya. 


Dalam buku Cinta Ibu dalam Nasihat ini Siti Rodi'ah berupaya untuk mengkristalisasi nasihat-nasihat ibunya. Siti Rodi'ah menganggap bahwa nasihat ibunya merupakan bekal yang penuh hikmah terutama untuk melewati bahtera rumah tangga. Salah satu nasihat dalam buku tersebut di antaranya, jika mendapatkan permasalahan berat  berdoalah kepada Allah agar dikuatkan. 


Nasihat tersebut kurang lebihnya bahwa manusia bagaimanapun juga mahluk terbatas. Sehingga selalu ada permasalahan yang berada di luar batas kemampuan. Makna lain bahwa manusia itu tidak bisa menyelesaikan masalah sendirian. Maka dari itu manusia akan membutuhkan Allah di saat mereka rapuh. Siti Rodi'ah mengutip M. Quraish Shihab bahwa cobaan seringkali berpotensi mengantarkan seseorang untuk ingat Allah. Hlm 6.


Salah satu nasihat lainnya misalnya, jika kamu baik terhadap orang tuamu suatu saat anakmu akan baik terhadapmu. Siti Rodi'ah menyebutkan bahwa nasihat ini nampaknya seperti cermin atau bayangan atas diri kita. Hal ini pula berlaku pada orang lain atau sebaliknya. Justru terkadang kebaikan tidak selalu berbalas kebaikan dan nampaknya sebaliknya justru hadir sebagai ujian. 


Membaca buku ini kita akan diajak menyelami samudera nasihat. Walaupun ibu di sini bukan tokoh besar tapi bagi penulisnya ia lebih dari segalanya. Saat kita merenungi kalimat demi kalimat akan mendapati bahwa nasihat memang serupa mutiara. Kapan saja hanya soal menunggu waktu untuk berharga. Membaca buku ini tidak perlu kekuatan ekstra karena memang ditulis dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami. Hanya saja saya tidak nyaman dengan literatur berdasarkan channel YouTube. Tapi lebih dari itu saya sangat senang membaca buku ini seolah-olah tengah dinasihati langsung oleh ibu sendiri. []


The Woks Institute | Rumah Peradaban 13/7/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...