Woko Utoro
Dunia kini makin hari semakin patriarki. Dunia yang tidak ramah dengan tangis, curhat, mengeluh hingga depresi. Kita tentu tahu segala emosi yang keluar dari diri merupakan respon tubuh alami. Setiap orang memiliki problematika dan tidak setiap kita memahami. Kadang di sanalah kita ingin di dengar tanpa takut dihakimi, ingin curhat tanpa khawatir disalahkan atau ingin mendapat perhatian tanpa perlu memelas.
Tapi bagaimana dengan nasib laki-laki yang menangis atau perempuan yang curhat. Kadang dua hal itu menjadi berbeda dalam pandangan orang lain. Seringkali justru dianggap melankolis cuma karena tangis, atau bahkan cengeng dan lemah hanya karena curhat. Emosi tersebut selalu menjadi sanksi menurut orang lain dan kita selalu mencari cara agar minimal dimengerti diri sendiri.
Dari hal itulah akhirnya saya memilih menulis. Bagi saya menulis bukan untuk dianggap pintar, atau ingin dikenal karena ide dan gagasan. Bagi saya menulis adalah cara mendengarkan problem diri. Menulis adalah cara paling jujur bahwa kita berbeda. Mungkin orang lain bisa menguasai diri dengan mudah. Sedangkan kita memerlukan perjuangan ekstra dan menulis menjadi salah satu alternatifnya. Menulis menjadi ruang untuk kita berdialog dengan diri sendiri.
Saat orang lain tidak bisa diandalkan maka menulis adalah jalan yang bisa kita lalui. Mungkin menulis bukan jalan raya tapi setidaknya ia bisa membantu kita keluar dari problema. Menulis adalah jalan setapak, jalan kesunyian, jalan yang kita ciptakan sendiri. Jalan yang menuntun kita agar tetap berdiri tegak walau kadang terasa lemah. Menulis adalah cara mengenali diri sendiri tanpa penghakiman dari orang lain.
Lewat secarik kertas atau noted di smartphone barangkali tulisan adalah emosi diri yang kita kenali. Setelah tulisan itu jadi kita akan membacanya. Sambil senyum-senyum sendiri, dalam hati kita berkata, "inilah aku, inilah aku mampu dan kuat". Aku menulis maka aku kenali diri sendiri. Dari itu sebelum menilai orang lain tulisan mampu mengenali diri sendiri.
Barangkali itulah cara agar kita mengerti jalan pulang. Jalan di mana orang lain tak akan mengerti kecuali diri sendiri. Jalan di saat kita menghindari dari tikungan tajam depresi. Mulai saat ini aku akan terus bergumul dengan aksara. Menulis adalah cara mencintai diri, keluarga, sahabat, kekasih dengan penuh kesadaran.[]
the woks institute l rumah peradaban 25/7/25

Komentar
Posting Komentar