Woko Utoro
Setiap sore seorang anak diperintah kiai untuk menyalakan lampu kamar. Padahal kamar tersebut dalam keadaan kosong. Karena si penghuni masih menikmati waktu liburan. Santri pun berpikir mengapa lampu perlu dinyalakan, bukankah tidak hemat listrik.
Mendengar hal tersebut kiai menjelaskan bahwa menyalakan lampu bukan soal hemat atau boros tapi tentang banyak hal. Bahwa gelap itu tidak baik. Karena gelap dianggap tempatnya syeitan. Seperti halnya hati harus dihidupkan dengan dzikir agar terus tercerahkan. Hati yang gelap justru akan jauh dari rahmat. Termasuk ilmu, ia hanya akan masuk ke rumah hati yang penuh cahaya.
Menyalakan lampu adalah bagian dari membuka pintu rezeki. Keadaan gelap justru sebaliknya yaitu menutup pintu rezeki. Gelap membuat kita belajar tentang perubahan. Bahwa orang tidak mungkin terjebak dengan dunia keburukan. Mereka harus bergegas sadar untuk merubah diri agar lebih baik. Kebaikan itu selalu terbuka dan keburukan selalu tertutup. Sama halnya dengan menyalakan lampu tak lain untuk membuka jalan kebaikan.
Tidak salah jika hidup adalah berlomba dalam kebaikan. Hidup bukan berebut benar tapi bagaimana kebaikan dapat tersemai. Dalam makna lain bahwa hidup bukan tentang apa yang kita miliki tapi tentang apa yang tinggal ke tangan orang lain. Menyalakan lampu juga bagian dari simbol berbagi. Sinar atau cahaya itu beda tapi spektrum nya sama yaitu agar kondisi sekeliling dapat terlihat jelas. Bahwa kebenaran itu tidak dapat ditolak dan memang bisa diterima walaupun oleh orang awam.[]
the woks institute l rumah peradaban 14/7/25

Komentar
Posting Komentar