Langsung ke konten utama

Pertarungan Melawan Hawa Nafsu




Woko Utoro 

Dalam berbagai pertandingan olahraga entah itu bulu tangkis atau sepakbola, nafsu dan ambisi kadang sering bercampur. Ada hasrat misalnya ingin mencetak gol agar disebut pahlawan atau keren atau menghindar dari bullying. Semua itu tampak wajar karena tanpa ambisi kita tak akan termotivasi. Hanya saja ambisi itu bagian dari hawa nafsu. Bagian yang membuat kita terlena lalu lupa bahwa terpenting adalah bermain bagus.

Ya, kadang kekalahan bukan karena lawan bermain bagus. Tapi justru kadang karena kita sering membuat kesalahan sendiri. Itulah yang kadang harus kita pelajari. Bahwa untuk menaklukkan lawan adalah menaklukkan diri sendiri. Bahwa memahami orang lain adalah memahami diri sendiri. Bagaimana mungkin kita membaca orang lain sedangkan diri sendiri saja belum selesai.

Benar kata Nabi bahwa peperangan besar di akhir jaman adalah bukan perang Badar atau perang Uhud tapi perang melawan diri sendiri. Itulah nafsu yang sejatinya harus kita jinakan tiap hari. Nafsu yang bergerak sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Maka Shohihul Burdah berkata, nafsu itu seperti bayi. Jangan sampai bayi menyusu terus. Bayi itu harus disapih (dihentikan). Jika dibiarkan menyusu maka nafsu akan semakin kenyang.

Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin juga demikian, bahwa nafsu ibarat menumpuk batu. Mungkin awalnya hanya kerikil kecil tapi lambat laun akan membesar dan membuat kita tenggelam. Atau dalam makna lain nafsu adalah bagian dari debu yang jika dibiarkan lama kelamaan akan mengendap, tebal dan menutup. Bagaimana cara kita memenangkan pertandingan itu selain bermain bagus dan taklukkan nafsu kita sendiri. Nafsu itulah yang akan menjadi lawan bahkan saat hari terakhir di hidup ini.[]

the woks institute l rumah peradaban 30/7/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...