Woko Utoro
Peringatan Hari Pahlawan keyword-nya adalah pengorbanan. Satu kata yang cukup untuk mewakili momen heroik yang mungkin pernah dilakukan. Dalam hidup kita mungkin setidaknya pernah sekali berkorban. Entah berkorban harta, tenaga, waktu atau pikiran. Yang jelas dengan pengorbanan itu kita sebenarnya bisa disebut pahlawan.
Pahlawan tentu keyword keduanya adalah tidak ingin diakui alias ikhlas. Sehingga pengakuan bagi seorang pahlawan bukanlah keinginan utama. Sedangkan pengakuan tersebut justru dilahirkan oleh sejarah. Bagi seorang pahlawan tugas, kewajiban, kontribusi serta pengorbanan tidak lebih sebagai pengabdiannya pada hidup, pada Tuhan. Maka dari itu setiap pengorbanan selalu punya tempat istimewa di hadapan Tuhan.
Pengorbanan selalu memiliki ruang untuk diapresiasi. Sekecil apapun pengorbanan toh merupakan sebuah daya yang tidak setiap orang mau memilikinya. Apalagi pengorbanan itu berkaitan dengan cinta hingga nyawa. Dalam al Qur'an esensi pengorbanan banyak ditampung pada ayat yang berkisah tentang ibadah kurban dari peristiwa Nabi Ibrahim AS menyembelih putranya Ismail AS.
Misalnya dalam Surah Al Kautsar ayat 2, Al Hajj ayat 34, 36, 37, Al An'am ayat 162, As Saffat ayat 102-108 dll. Semua substansinya sama yaitu menempatkan pengorbanan di tempat istimewa. Coba saja bayangkan betapa beratnya menjadi Nabi Ibrahim AS ketika mengharap keturunan sejak lama dan setelah mendapatkannya beliau justru diperintah menyembelihnya. Jika bukan kekasihNya mungkin Nabi Ibrahim AS tak akan mampu.
Secara psikologis orang awam maupun nabi sama saja dalam hal berkorban. Hanya saja soal keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan itulah pembedanya. Orang yang fondasi keimanannya kuat cenderung mengenyampingkan rasio. Sehingga dalam berkorban justru hati dan perasaan yang bermain. Sejak dulu pengorbanan memang begitu selalu menyuguhkan resiko.
Lantas seperti halnya judul tulisan ini apa yang sebenarnya harus kita korbankan? bagi orang awam seperti kita sepertinya banyak cara untuk berkorban. Kita punya pilihan di level mana jalan berkorban itu diambil. Misalnya berkorban dengan harta walaupun tidak besar jumlahnya. Berkorban dengan waktu hingga meluangkan pikiran dan kesempatan.
Level pengorbanan kita memang tak akan bisa dibandingkan dengan para pejuang kemerdekaan atau Nabi Ibrahim AS. Pengorbanan kita hanya sebatas minimal menjadi pribadi baik kepada sesama. Hal itu dimulai dari diri sendiri dengan menekan egoisme. Karena cinta dan pengorbanan itu satu esensi yaitu ketika seseorang mampu mengenyampingkan egonya.
Ego dalam dunia psikologi bermakna kemampuan melihat diri sendiri. Sehingga keberadaan orang lain tertutup oleh ego. Jika seseorang masih hidup nyaman dengan egonya maka sampai kapanpun tak akan merasa bagaimana arti berkorban. Mereka selamanya tak akan dewasa jika hidup dengan sikap egois.
Pengorbanan itu selalu menempatkan kerelaan hati di atas segalanya. Artinya bahwa setiap orang bisa jadi pahlawan asalkan mereka menyadari bahwa kepentingan sesama di atas kepentingan pribadi.[]
*Memperingati Hari Pahlawan Nasional 2024
the woks institute l rumah peradaban 10/11/24
Komentar
Posting Komentar