Mengapa kecanggihan teknologi serta kemudahan lewat media sosial justru menyuguhkan kecemasan. Padahal teknologi dan medsos memudahkan aktivitas harian manusia. Perihal belanja, bepergian, cek lokasi, bimbel, hiburan, hingga pengetahuan tersedia di sana. Tapi memang sudah seperti rumus makin cepat dunia makin cepat pula usia menua.
Khususnya gawai dan medsos adalah kemudahan semu. Yang justru menjadi konsumsi harian kita. Bahkan manusia tidak ingin jauh dari produk teknologi tersebut. Alih-alih jauh manusia justru rawan terkena sindrom ketakutan alias FOMO (Fear of Missing Out). Maka dari itu kita harus sering berempug memikirkan apa solusinya.
Ditanya soal kecemasan, Gus Sabrang MDP menjelaskan panjang lebar seputar teknologi dan medsos. Kata Gus Sabrang sejak awal teknologi khususnya medsos sengaja diciptakan agar manusia candu dan lupa. Medsos dibuat bukan untuk kepentingan kebahagiaan manusia. Melainkan hanya pangsa pasar alias kegiatan mencari laba. Jika orang sudah candu maka dampaknya ketagihan dan tak ingin tertinggal. Jika orang sudah lupa maka akibatnya terjadinya pergeseran secara makna. Baik makna secara lahir maupun batin.
Sastrawan Nirwan Dewanto mengatakan bahwa, "Zaman digital telah mempercepat kematian close reading, kritik sastra, liberal arts, dan comparative literature" (BWCF, Tempo 2024). Apa yang disampaikan Nirwan tentu dampaknya adalah kecemasan. Sehingga kita perlu penyeimbang agar bagaimana media sosial lebih terasa substansinya.
Gus Sabrang memberi tips agar kita selamat dari aktivitas medsos yang melenakan. Pertama, yang paling berat adalah melawan diri sendiri. Soal medsos seharusnya seperti fikih, ketat, kaku, keras terhadap diri sendiri. Misalnya membatasi waktu bermedsos, memberi porsi beribadah, dan berinteraksi dengan lingkungan adalah kunci. Sedangkan soal sosial harus seperti tasawuf, fleksibel, lentur dan akomodatif.
Kedua, jadikan medsos atau gadget sebagai ladang mencari ilmu. Ada ungkapan filsuf bahwa orang pertengahan berselancar mencari informasi/berita data. Orang yang tinggi mencari ide dan menawarkan gagasan. Sedangkan orang rendah mencari aib dan membicarakan orang lain. Maka dari itu kata Gus Sabrang kita harus pintar memerhatikan circle.
Tombo ati ketiga menyebutkan wong kang sholeh kumpulana. Itu sama halnya dengan apa yang kita follow. Jika kita follow channel atau akun yang berintegritas tentu hasilnya pun akan bermanfaat. Tapi jika kita follow akun-akun medsos tidak jelas maka sudah tau konsekuensinya. Inilah pentingnya kita memanfaatkan media sosial sebagai investasi diri.[]
the woks institute l rumah peradaban 24/11/24
Komentar
Posting Komentar