Langsung ke konten utama

Membaca Menambang Ide




Woko Utoro

Dalam hal apapun yang tersulit adalah memulai. Termasuk perihal menulis jika hanya bersifat angan-angan maka nampaknya sangat sulit. Padahal jika sudah dimulai justru akan ada kemudahan. Mungkin inilah tabiat asli manusia yang hidup dalam bayang-bayang prasangka. Padahal prasangka dan fakta sangat jauh berbeda.

Menulis itu sulit bagi mereka yang belum mencoba. Menulis itu mudah bagi mereka yang sering uji coba. Menulis itu susah-susah gampang bagi kita yang setengah-setengah. Intinya dalam hal apapun selalu menyuguhkan segala kondisi. Baik buruk, susah gampang semua tersedia sebagai cara agar kita tahan uji. Jika ujian itu terlewati maka kita siap sedia andai ujian lain tidak.

Salah satu ujian menulis adalah hilangnya mood, kekurangan ide, tak ada inspirasi hingga terburu-buru. Padahal banyak penulis kondang berpesan bahwa tak ada sesuatu dihasilkan secara instan. Kata Jokpin semua hal baik justru kadang membutuhkan waktu dan proses lama termasuk tulisan.

Kita tidak bisa menulis dengan baik hanya bermodal ujug-ujug. Apalagi saat ini dunia tulis menulis terpukul atas hadirnya AI. Kehadiran AI hanya membuat pikiran cemerlang menjadi tumpul. Ketika ditanya mengapa harus AI beberapa orang menjawab karena kita kehabisan ide. Padahal di alam pikiran yang terasah ide selalu dapat diperbaharui.

Barang tambang dari dalam bumi adalah hasil endapan fosil hewan purba. Jika kita memanfaatkan misalnya minyak bumi esok atau kapan akan habis. Tapi hal itu berbeda dengan dunia ide. Ide, inspirasi hingga gagasan tak akan pernah habis yang ada hanya stuck alias mandek. Setelah itu jika kita tahu kuncinya maka ide bisa sangat mudah didapatkan. Cara sederhana mendulang ide adalah dengan membaca buku.

Semakin banyak membaca maka ide akan datang dengan sendirinya. Membaca buku memungkinkan seseorang menyerap ide dari setiap kalimatnya. Bahkan tanpa disadari kita mewarisi bahasa dari bacaan tersebut. Maka dari itu kata Jokpin jika kita kehilangan ide itu bukan idenya yang hilang melainkan kita yang berhenti membaca. Andai saja membaca menjadi aktivitas rutin maka ide sangat mudah didapatkan.

Khusus kita yang menggeluti dunia menulis maka membaca itu wajib. Jika penulis sudah tak mau membaca lantas apa yang akan disajikan. Bukankah membaca adalah sajian utama seseorang menulis. Membaca menjadikan tulisan terasa hidup. Jadi jelas jika ingin terus menulis maka teruslah membaca. Jika membaca sudah tidak mau maka tak usah bercita-cita jadi penulis.[]

the woks institute l rumah peradaban 12/11/24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...