Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2025

Perjumpaan dengan Ramadhan

Salah satu momen sakral tentang perjumpaan adalah kita dan Ramadhan. Saking sakralnya sampai-sampai di beberapa tempat melahirkan tradisi seperti munggahan, megengan, nyadran, nyekar hingga padusan. Tradisi itu bermuara pada penyucian jiwa melalui simbol menyucikan fisik misalnya membersihkan bangunan, menyuci gaman, ziarah ke makam keluarga hingga membuat makanan seperti apem dll. Ramadhan memang teristimewa. Saking istimewanya tradisi sastra maupun Qur'an dan hadits jiga turut memujinya. Bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan. Bahwa siapa yang beribadah di dalamnya maka pahala dilipatgandakan. Bahwa siapa yang gembira atas kehadirannya akan mendapat surga. Perjumpaan dengan Ramadhan memang berbeda dengan bulan lain. Walaupun nampaknya tiap tahun serasa sama sejatinya Ramadhan selalu terasa berbeda. Perbedaan yang mencolok adalah terdapat pada aura, rasa dan aroma. Fisik mungkin bisa saja bohon tapi perasaan hati tak pernah dibohongi. Suasana Ramadhan selalu menghembusk...

Membentuk Pondasi Anak di Era Modern

Woko Utoro Di era modern saat ini mendidik anak tentu tidak mudah. Jika dulu anak bisa belajar dengan alam langsung. Maka hasil yang dirasakan anak lebih menyatu dengan lingkungan. Tapi di era modern anak sudah bersatu dengan gadget. Sehingga kegiatan sosial mereka sangat minim. Akibatnya anak kehilangan empati dan kepekaan sosial. Hal itu tentu dirasakan hampir semua orang tua di era digital ini.  Walaupun jaman silih berganti tapi ada saja solusi agar anak tetap menjadi manusia utuh. Solusi tersebut datang dari Imam Ghazali melalui banyak kitab adabnya. Kata Imam Ghazali jaman seperti apapun ingat soal anak ada 6 hal yang harus diterapkan. Pertama , biasakan adab. Soal adab ini menjadi mutlak, tidak boleh tidak. Adab adalah hal wajib yang tidak bisa ditawar. Seseorang yang kehilangan adab berarti kehilangan seluruh dunianya. Karena adab itu lebih utama dari ilmu. Tentu seperti yang kita tahu orang yang kehilangan adab laksana hidupnya seperti hewan.  Kedua , diajari ilmu adab. Ini ma...

Seni dan Kekuasaan

Woko Utoro  Sudah beberapa kali kita saksikan kekuasaan selalu takut dengan seni. Saking takutnya kekuasaan pada seni maka pembredelan menjadi tindakannya. Ketakutan kekuasaan dalam hal ini pemerintah menjalar seolah tak pernah reda. Korbannya sudah banyak terjadi pada karya lukisan, musik, lagu, tari, patung hingga cuitan. Bahkan kekuasaan kalang kabut jika berhadapan dengan humor. Sejak dulu negeri ini pun tidak pernah move on terhadap ketakutan kepada seni. Misalnya pelarangan karya Pramoedya Ananta Toer, bui pada lagu Iwan Fals dan yang terbaru yaitu lukisan Yos Suprapto, Tikus Garuda karya Rokhyat hingga Bayar-bayar ala Sukatani. Bagi penguasa karya seni tersebut berbahaya dan harus diamankan. Termasuk juga bagi masyarakat diminta untuk tidak kritis. Sebenarnya ketakutan tersebut juga dipengaruhi oleh politik ala kolonial. Di mana masyarakat tidak boleh kritis terhadap kekuasaan. Sehingga dari itu seni bagi penguasa adalah ancaman. Hal senada juga disampaikan Gus Dur lewat putrin...

Ajip Rosidi: Buku, Membaca dan Sejarah Lokal

Woko Utoro Dalam Buku Surat-surat Ti Jepang, Ajip Rosidi membuai pembaca dengan kisahnya. Saya akan bagikan kepada anda cuplikannya yaitu tertanggal 21 Januari 1982. Surat tersebut Ajip tujuan untuk salah seorang karibnya yaitu Omeng Abdurrahman. Surat tersebut ditulis dan dikirim dari Osaka ke Bandung Jawa Barat. Dalam surat tersebut Ajip memberi pesan kepada Omeng perihal membaca, buku dan mengarsipkan sejarah lokal. Bagi Ajip melakukan aktivitas sekali dayung itu mengasyikkan. Terutama dalam hal membaca dan memiliki buku adalah hal utama. Apalagi bagi mahasiswa sastra seperti Omeng, membaca buku sastra adalah kewajiban. " Bari henteu macaan karya-karya sastra mah, taya gunana diajar teori jeung kritik sastra teh ". Kata Ajip kepada Omeng, mahasiswa sastra itu wajib rajin baca buku sastra. Apalagi mendalami kritik sastra itu butuh waktu lama. Jika mahasiswa sastra tidak mau membaca buku sastra maka tak ada gunanya segala macam teori yang dipelajari. Ajip Rosidi juga berpesa...

Resep Hidup ala Mbah Suparni

Woko Utoro Pada Kamis kemarin saya berkesempatan silaturahmi ke ndalem Mbah Suparni. Beliau kebetulan salah satu pendengar setia Radio Berlian FM. Pada kesempatan tersebut beliau meminta dikirimkan salah satu produk obat herbal. Akhirnya saya meluncur ke sana sekaligus bersilaturahmi.  Rumah Mbah Suparni lumayan cukup jauh yang jarak tempuhnya sekitar 1,5 jam. Rumah beliau yaitu sekitar 500 meter ke timur dari Candi Penataran Nglegok Blitar tepatnya di Dusun Bulu Desa Modangan. Walaupun sempat salah arah akan tetapi akhirnya saya menemukan juga rumah beliau dengan bertanya pada beberapa orang.  Sampai di sana saya langsung dipersilahkan masuk. Di rumah yang sederhana dan asri kami pun ngopi ditemani beberapa buah gorengan. Di sinilah kami pun bercengkrama sejenak. Mbah Suparni yang usianya 87 tahun bercerita dengan penuh semangat. Bahkan kisah-kisah beliau begitu lengkap dan tidak menunjukkan jika usianya sudah sepuh.  Mbah Suparni berkisah panjang lebar terutama ketika tahun 1957 beli...

Laki-laki Tidak Bercerita Tapi Menulis

Woko Utoro Kita mungkin sering bertanya mengapa laki-laki minim bicara. Seolah-olah hanya bicara seperlunya saja. Sedangkan perempuan bicara itu menjadi hal utama. Termasuk juga mengapa laki-laki jarang terlihat menangis. Berbeda dengan perempuan justru menangis adalah salah satu metode aktualisasi emosi. Secara psikologis mengapa laki-laki jarang bercerita. Dibanding dengan perempuan laki-laki cenderung diam. Hal ini sebenarnya hanya soal media komunikasi terhadap perasaannya. Media penyalur emosi perempuan adalah curhat. Bahkan sejak kecil tangis bagi perempuan adalah hal wajar. Tapi berbeda dengan laki-laki. Sejak kecil laki-laki terkena stigma tidak boleh menangis. Bahkan laki-laki cengeng itu seperti haram hukumnya. Hal demikian lah yang kelak ketika dewasa memberi jarak bahwa laki-laki itu kaku, tidak peka dan tak berperasaan. Padahal faktanya tidak demikian. Hal itu hanya soal karakter tradisional laki-laki yang cenderung melindungi. Sedangkan karakter tradisional perempuan adal...

Guru adalah Safinah

Woko Utoro Saya tidak tau misalnya hidup tanpa guru akan jadi seperti apa. Hidup tanpa guru sepertinya adalah kesalahan. Karena guru ibarat tongkat bagi si buta. Guru adalah kendaraan bagi si pejalan. Guru adalah lentera bagi hati yang mudah gelap. Dan guru adalah perahu bagi kita untuk sampai ke dermaga. Dalam sebuah maqola bijak dijelaskan jangan sampai santri merasa mandiri untuk menghadap Allah SWT sendiri. Kata Mbah Abdul Karim, mungkin bisa saja santri melebihi gurunya tapi soal kedekatan dengan Allah SWT menjadi perkara lain. Demikian lah penting nya seorang guru bagi muridnya. Karena sifat guru itu selalu mengkhawatirkan santrinya kelak ketika mereka berpisah. Dalam panjangnya perjalanan sebenarnya tidak ada guru yang ingkar terhadap santri. Hanya saja tugas memberi ridho dan restu harus tepat guna. Karena guru ingin mengajarkan pada santri bahwa ridho pangestu bukan legitimasi atas apa yang diperbuat. Sungguh keridhoan guru adalah lebih kita butuh kelak ketika kehilangannya. M...

I'tiraf Kunci Pembuka Hati

Woko Utoro Beberapa kali kita disuguhkan momen-momen haru antara pendakwah dan jama'ahnya. Momen haru tersebut tentu tak selalu berkaitan dengan air mata tapi tentang penyesalan. Kata pendakwah kemarilah, kembalilah. Tenanglah bahwa pintu taubat selalu terbuka lebar untuk anda yang mau berubah. Larilah kemari, datanglah terus Allah selalu sudi memelukmu. Kita sebut saja pendakwah itu adalah Gus Iqdam. Kebetulan beberapa waktu lalu beliau ngaji di Lapas Binaan Pemasyarakatan Kelas II Blitar. Dari momen itulah kita selalu belajar bahwa tidak ada orang buruk. Yang ada hanyalah orang yang belum baik dan mencoba terus menjadi baik. Dalam Hikam Ibnu Athoillah Syakandary disebutkan bahwa merasa buruk itu lebih baik daripada merasa paling baik. Bahkan maksiat yang membuat penyesalan lebih baik daripada ibadah yang membuat sombong. Salah satu hal menarik dari ceramah Gus Iqdam adalah menyelipkan syair Al I'tiraf Abu Nuwas di sesi akhir pengajian. Metode itu sering kita sebut manjing at...

Kalah Weton?

Woko Utoro Saya pernah diperingatkan seseorang jika di Jawa itu kompleks salah satunya perihal jodoh dan kematian. Di Jawa kita kenal istilah weton, neton, neptu dll yang berarti hitungan kelahiran, jodoh, rezeki dan kematian. Demikian lah katanya bahwa di Jawa itu tidak bebas ruang. Bahwa setiap sisi kehidupan Jawa penuh dengan hitung-hitungan mulai soal pertanian, bangun rumah, kelahiran bayi sampai soal jodoh dan kematian. Bicara soal weton kita tentu tahu sebuah lagu dengan judul "Kalah Weton" karya Mas Kemput STS. Lagu tersebut berkisah tentang asmara dua orang sejoli yang akhirnya kandas karena tak direstui. Orang tua perempuan ternyata sangat Njawa sehingga melarang anaknya meneruskan hubungan ke jenjang pernikahan. Alasannya karena hitungan weton 3 telu dan 8 wolu ternyata tidak bisa bertemu. Jika memaksakan maka kehidupan mereka akan bubrah. Lantas bagaimana kita menyikapi perkara weton tersebut terutama perihal asmara atau perjodohan. Yang jelas di Jawa itu mengenal...

Si Monyong dan Si Abu

Woko Utoro Sebagai orang yang hatinya Hello Kitty saya tidak bisa membiarkan kucing-kucing terlantar. Entah bagaimana pun juga sebisa mungkin saya mencoba merawatnya. Barangkali anda juga punya kisah merawat hewan peliharaan dalam hal ini kucing. Bicara soal kucing tentu saya punya banyak kisah. Salah satunya tentang si Monyong dan si Abu. Pertama, saya sebenarnya bukan pecinta kucing yang level berat. Saya pecinta kucing yang sederhana. Kebetulan keluarga kami selalu didatangi kucing entah darimana mereka berasal. Bahkan kami belum pernah punya riwayat memiliki kucing sendiri misalnya harus beli atau adopsi. Rerata beberapa kucing memilih tinggal di rumah kami dan akhirnya kamilah yang merawatnya. Hal itu juga yang terjadi pada si Monyong dan si Abu. Kedua, saya dapat cerita dari Abah jika gurunya dulu yaitu KH Muhammad Mahfudz (Pendiri Pondok Al Hikmah Mlathen) selalu didatangi kawanan kucing. Dari sanalah beliau juga mengikuti Kiai Mahfudz untuk merawat kucing. Katanya merawat kucin...

Berbakti dan Khidmah

Woko Utoro Jika membahas bakti dan khidmah sebenarnya memiliki akar kata yang sama yaitu memberikan pelayanan atau menuruti perintah. Akan tetapi ada sedikit perbedaan yaitu soal objek penggunaannya. Sederhananya begini: jika khidmah itu umumnya keyword yang familiar di pesantren. Sedangkan berbakti itu dapat dipraktekkan di mana saja. Jadi terkadang khidmah itu masih merupakan anjuran sedangkan bakti itu merupakan kewajiban. Orang mungkin boleh saja tidak berkhidmah tapi bersiaplah ia jauh dari berkah. Karena keberkahan hanya dapat diraih dengan berkhidmah. Sedangkan berbakti adalah kewajiban siapa saja. Bakti itu bisa di rumah, di pondok ataupun pada instansi di mana kita bekerja. Berbakti bisa anak pada orang tua, istri pada suami, santri pada guru dan hamba pada Tuhanya. Dari itulah titik temu khidmah dan bakti terletak pada sanad. Sehingga pahala meraih surga ataupun terjerumus neraka juga berelasi dengan sanad. Misalnya jika menginginkan surga seorang anak harus berbakti pada ora...

Ideologi Rest Area

Woko Utoro  Mungkin kita pernah merasa lelah dengan segala aktivitas sehari-hari. Di mana hidup di hadapkan dengan ketidakpastian. Sehingga kita begitu menggebu-gebu mencari materi dari pagi hingga petang. Yang seturut teori katanya materi dapat membeli kebahagiaan. Padahal tanpa disadari ternyata apa yang kita cari tak tau entah ke mana. Bahkan pencarian itu tak pernah diketahui untuk apa. Dari kondisi itulah sepertinya kita selalu membutuhkan pelarian. Kelelahan dan tak tau arah seolah membutuhkan jeda untuk kita menikmati suasana. Salah satu tempat rehat itu sering kita jumpai sebagaimana rest area di jalan tol tersedia. Bahkan kita menciptakan sendiri tempat itu pada kursi warung kopi, angkringan, trotoar, halte hingga depan supermarket. Ketidakpastian hidup dan keruwetan dunia membawa kita dalam pencarian ketenangan. Walaupun mungkin sejenak tempat rehat adalah hal paling dicari di era serba cepat ini. Kondisi demikian menurut Zygmunt Bauman dalam The Liquid Modernity (2000) diseb...

Sebut Nama Nabi Muhammad SAW

Woko Utoro Saya pernah bertanya pada seorang guru bagaimana cara agar anak-anak yang kita didik menjadi penurut. Kata guru saya sederhana saja yaitu sentuh hatinya. Dengan mengerti sisi emosi mereka kita akan tahu posisi kekurangan dan kelebihan anak. Tapi kata guru saya rahasia lain ternyata jauh lebih penting dari memahami psikologi anak yaitu menyelipkan nama Nabi Muhammad SAW. Ya, do'a adalah bagian terpenting bagi keberhasilan pembelajaran anak. Dari do'a itulah merupakan bentuk kelemahan kita sebagai pendidik. Terlebih pendidik seperti saya yang belum laik digugu dan ditiru. Kata guru saya kita tidak pernah tau siswa atau santri mana yang kelak akan berhasil dalam belajarnya. Bahkan keberhasilan pun tidak melalu soal prestasi akademik melainkan akhlak dan moralitasnya tertata. Di situlah nama Nabi Muhammad SAW bekerja dalam senyap. Dalam mapel ilmu umum maupun agama selalu lah selipkan nama Nabi Muhammad SAW. Entah dalam bentuk syair lagu atau sekadar tebak-tebakan. Yang ...

Menulis : Terpaksa atau Merdeka

Woko Utoro Saya berulang kali ditanya bagaimana cara melihat kondisi menulis. Artinya bagaimana cara agar kita bisa menulis. Saya tentu jawab sederhana bahwa setiap orang bisa menulis. Bahwa setiap orang itu mampu dan hanya perlu mengkondisikan niat dan tekadnya. Niat saja tidak cukup, sebab anda perlu mengaktualisasikannya. Tekad saja masih kurang, karena anda harus mempraktekkannya. Jadi sederhana bahwa menulis itu adalah praktikum. Jika ingin jadi penulis anda harus memperbanyak praktek. Tanpa itu semua tulisan tak akan pernah terlahir. Jangan anggap tulisan jelek atau tidak layak. Kebaikan atau atau kebenaran itu perlu diusahakan. Sedangkan kesempurnaan itu tidak ada. Yang ada adalah proses yang terus diperbaiki dan disempurnakan. Jalanya tak ada lain yaitu belajar, berlatih dan evaluasi. Soal menulis mari kita belajar pada para pesohor. Misalnya jika menulis perlu ketenangan nyatanya Pram, Buya Hamka hingga Mbah Nun melahirkan tulisan di luar kondisi itu. Kita tahu Pram dan Buya ...

Perbedaan Adalah Rahmat

Woko Utoro Sudah jelas Allah menjadikan makhluknya berbeda sebagai rahmatnya. Siapa yang memaksakan perbedaan menjadi sama berarti tak mengerti arti hidup. Kata Gus Dur, berbeda itu tak usah disesali. Perbedaan adalah rahmat. Dari perbedaan kita lebih tahu persamaan. Justru perbedaan dan persamaan adalah melengkapi. Jadi tak usah alergi dengan perbedaan. Berbeda adalah titik temu perjodohan. Karena pasangan itu bukan tentang persamaan melainkan usaha saling memahami perbedaan. Memahami dan memaklumi perbedaan lebih diperlukan dari sekadar mencintai. Sederhana saja bahwa cinta itu sifat dalam batin. Tanpa perlu perdebatan cinta akan tumbuh seiring proses. Sedangkan memahami, menghormati serta memaklumi perlu diusahakan. Karena tidak setiap orang sadar akan titik perbedaannya. Alih-alih memahami kita justru terjebak pada pemaksaan. Padahal perbedaan adalah cara agar manusia saling mengenal. Mengenal tersebut tentu bermakna luas yaitu mengerti muasal, memahami perbedaan, memaklumi kekuran...

Baca Buku Detoks Alami Media Sosial

Woko Utoro Tidak terasa media sosial dengan fasilitasnya menyisakan segudang problem. Kita yang menganggap media sosial melipat jarak dan efesiensi waktu justru terdapat problem lain. Tanpa disadari terlalu lama menggunakan smartphone membuat kita bebal. Terlebih media sosial justru membuat kita anti sosial. Media sosial hanya membuat kita berkomunikasi searah. Beda dengan komunikasi di masyarakat yang multi arah. Tentunya hal itu berdampak pada psikologis manusia. Orang-orang yang terlalu fokus pada media sosial justru lebih nyaman di dunia maya. Mereka lupa bahwa ada dunia nyata yang lebih penting. Dunia maya yang dikonsumsi terlalu lama membuat otak tumpul. Sebab algoritma media sosial hanya menggiring kita untuk scrolling sesuai kehendak. Kita tidak dibuat kritis dan hanya fokus satu arah. Terlebih paparan radiasi layar gawai memperparah jarak pandang. Otak pun tidak bisa mentransmisikan informasi yang terlalu banyak. Maka dari itu kita perlu satu tradisi sebagai tandingan media so...

Melawan Dengan Bacaan Konvensional

Woko Utoro Hampir beberapa bulan sejak pekerjaan berbasis media sosial bergulir tradisi membaca saya bergeser. Dulu saya berasyik ria bersama buku bahkan bisa lupa waktu. Saking asyiknya tak terasa buku-buku milik pribadi maupun hadiah dari orang sudah habis di khatamkan. Tapi kini sudah berbeda, saya justru hanya mampu membaca di media online. Saat ini saya hanya mampu membaca 3-5 artikel di website setiap hari. Walaupun tidak semaniak dulu dengan buku cetak setidaknya saya tidak kehilangan tradisi membaca. Lambat laun tradisi membaca online saya rasakan perbedaannya. Hal itu sama dengan menulis di buku atau di smartphone dengan aplikasi note-nya. Jika menulis di note smartphone kita mungkin bisa menangkap ide lebih cepat. Tapi sayang ide pun hilangnya lebih cepat. Termasuk kesulitan untuk meneruskan ide alias stug juga hal yang saya rasakan. Menulis di note smartphone tidak membuat kita berdaya ingat kuat. Karena ide hanya mampir sejenak di otak lalu hilang dan akan terus lupa saat d...

Seabad Pram Bersama Soesilo Toer

Woko Utoro Malam itu tepat peringatan seabad hari lahir Pramoedya Ananta Toer 6 Februari 1925-2025. Kita sungguh beruntung bisa membingcang Pram bersama salah satu adiknya yaitu Soesilo Ananta Toer, atau Pak Soes. Kebetulan Pak Soes hadir dalam acara tour 15 kota di Jawa Timur dengan tajuk Tour Toer Tualang 100 tahun Pram. Bertempat di Warkop Kokofoni Plosokandang Pak Soes berkisah panjang lebar bersama kami. Dipandu oleh Bang Iwan (Owner Kokofoni) kami pun menyimak penuh antusias. Tentu ini bukan kali pertama Pak Soes datang ke Tulungagung tapi saya baru pertama ini bisa bertemu beliau. Maka momen tersebut saya manfaatkan dengan maksimal. Padahal malam tersebut bertepatan dengan rutinan di Masjid Al Ittihad Sumbergempol. Pak Soes berkisah panjang lebar mengenai Pram dan keluarga besar Mastoer. Bahkan dengan berapi-api Pak Soes bercerita jika 6 dari 10 adik Pram semua menjadi pengarang. Tidak aneh jika Pak Mastoer yang seorang kepala sekolah mampu mempengaruhi anak-anaknya. Tapi ketika...

Pak Soes: Adik Kesayangan Pram

Woko Utoro Di antara 10 anak Pak Mastoer barangkali Pram dan Soes lah yang menarik perhatian. Ya, Pak Soes malam itu datang tepat di perayaan Seabad Pramoedya Ananta Toer. Beliau datang dalam acara tour 15 kota di Jawa Timur dengan tajuk Tour Toer 100 tahun kelahiran Pram. Usia senjanya hampir 90 tahun tidak menyurutkan semangat berbagi dengan kami. Karena usia bagi Pak Soes adalah angka sedangkan pikiran dan jiwanya telah bebas merdeka. Ya, Pak Soes adalah seorang doktor lulusan Universitas di Rusia dan memilih hidup menjadi pemulung. Kini Pak Soes hidup di Blora sambil mengasuh Perpustakaan Pataba. Seperti Pram, Pak Soes mengikuti jalan hidup pilihannya. Jalan hidup bebas dan perjuangan pada hak kemanusiaan. Salah satunya berjuang dan mengabadikan diri lewat menulis. Bagi Pak Soes, kebebasan adalah iman. Bebas dalam arti memilih hidup sesuai nurani bukan disetir oleh orang lain. Kebebasan bukan sekadar dipercaya tapi diyakini sebagai fitrah manusia. Soal ini saya ingat pesan Buya Ham...

Labanan Kholison

Woko Utoro Kita tentu sadar bahwa dunia ini keras. Bagi siapa saja melawan tanpa senjata dunia mudah menggilas. Dunia sejak dulu memang demikian bukanlah tempat yang cocok buat kita berproses. Manusia adalah mahluk langit dan esok kita akan kembali pada yang maha tinggi. Akan tetapi sebelum itu kita dididik di dunia sebagai mahluk langit tapi dengan sifat membumi. Kita tentu tahu dunia sejak awal melahirkan pertarungan, perebutan, penjajahan hingga bertukar nyawa. Bahkan hingga kini onar dan banalitas masih mudah ditemui. Bukan barang baru nyawa manusia seharga kantong plastik, begitu murah. Serta banyak hal lagi yang memilukan di dunia ini. Tapi walaupun begitu kita harus tetap optimis. Karena bagaimana pun juga hidup ini ada yang mengatur yaitu Allah SWT. Allah SWT mendidik kita salah satunya lewat surah An Nahl:66 yaitu melalui kata "labanan kholison". Tafsir bebasnya kata labanan kholison berarti susu yang dihasilkan dari hewan ternak seperti unta, sapi atau kambing. Pela...

Membersamai Sang Waktu Dengan Membaca

Woko Utoro Dunia kini berkembang begitu cepat. Teknologi lahir super cepat dan tersebar pesat. Akibatnya perubahan di sana-sini terjadi dan tak terkendali. Kehidupan pun tak kuasa menahan laju dari kecepatan tersebut. Tak terasa kehidupan kita pun seperti berpacu dengan waktu. Hidup terasa tergesa-gesa dan entah apa yang dicari? Padahal waktu berjalan konstan alias stabil. Waktu begitu sempit karena kita berlari tergesa-gesa. Bisa dibayangkan orang yang takut terlambat masuk kantor rasanya waktu mencekik. Padahal waktu tetap dan hanya mengikuti. Begitu pula waktu terasa luang hanya karena kita telah mempersiapkannya. Bagi orang disiplin waktu adalah ketepatan. Salah satunya waktu bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki tradisi membaca. Dalam urusan membaca pun demikian kini telah banyak berubah akibat digitalisasi nan masif. Dulu kita masih asyik dengan buku, koran dan majalah. Tapi kini semua produk media cetak digantikan bacaan berbasis online. Jika ditanya mengapa orang mudah berpa...

PPHS: Mengisi Haflah dengan Ziarah

Woko Utoro Pada 2 Februari 2025/3 Sya'ban 1446 H atau tepat di hari Ahad PP Himmatus Salamah Srigading melaksanakan kegiatan ziarah auliya Tulungagung. Acara ziarah ini sebagai pengganti haflah yang biasa dilaksanakan di penghujung. Padahal biasanya haflah menjadi penutup sekaligus kenaikan dalam kegiatan rutinitas ngaji. Dalam tradisi pesantren penutupan pengajian terjadwal di bulan Rajab sedangkan bulan Sya'ban sudah memasuki masa liburan. Hal itu sebagai upaya untuk mempersiapkan ibadah Ramadhan. Sedangkan pada Ramadhan nya terdapat ngaji pasan atau kilatan. Haflah tahun ini diisi dengan ziarah dengan alasan efesiensi waktu. Karena banyak dari para santri yang liburan di rumah akhirnya ziarah auliya Tulungagung dipilih. Hingga akhirnya benar saja yang ikut hanya setengah dari jumlah keseluruhan santri. Walaupun demikian tetapi tidak mengurangi momen spesial di acara ini. Kami berangkat dengan di antara 2 elf dari PPHS menuju makam Mbah Nyai Salamah atau ibu dari Abah Sholeh ...

Polusi Spiritual

Woko Utoro Jika bicara polusi kita langsung connect ke udara tercemar akibat asap kendaraan atau pembakaran mesin-mesin pabrik. Asap itulah membawa karbon dan timbal serta membahayakan lingkungan. Dampaknya udara dan oksigen kualitasnya menurun dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Tapi ada polusi yang membahayakan hanya pada keburukan. Sedangkan dalam kebaikan polusi ini justru membumbung tinggi. Polusi ini dapat berfungsi sebagai benteng keselamatan, mengoyak keberkahan dan pelumas segala hajat. Polusi tersebut juga sarana kita mendekat pada mesin utama dan pastinya peluntur segala dosa. Polusi itu kita sebut sebagai polusi spiritual. Polusi spiritual adalah doa-doa yang dipanjatkan melalui wasilah para auliya. Mungkin kita tak pernah tahu bagaimana bentuk asapnya. Akan tetapi kita bisa merasakan aura positifnya. Aura doa yang dipanjatkan di makam auliya membumbung tinggi ke langit. Bahkan berjalan di bumi lalu melesat secepat kilat. Jika kita diberikan kelebihan untuk melihat bar...

Membaca Adalah Berdialog

Woko Utoro Sejak dulu saya punya cita-cita memiliki perpustakaan pribadi di rumah. Tentu perpustakaan itu bukan sekadar memajang buku-buku di rak. Tapi saya fungsikan sebagai media bacaan utama. Mungkin ide memiliki perpustakaan tidak semua orang punya. Terlebih bagi orang desa seperti saya. Lambat laun beberapa buku yang saya kumpulkan sejak tahun 2015 hingga kini ternyata terbilang banyak. Hanya saja saya belum memiliki rak untuk memuliakan buku-buku tersebut. Akhirnya untuk sekadar mengevakuasi saya hanya menumpuknya dalam sebuah kardus. Tapi beberapa sudah saya susun dengan rapi ala perpustakaan. Hampir setiap hari saya lihat tumpukan buku tersebut. Dan sesekali saat saya butuh dan kangen buku tersebut saya baca. Sampai hari ini tidak terasa satu persatu buku habis saya khataman. Walaupun beberapa kali saya menatap perpustakaan kecil itu dengan kosong. Saya kadang berpikir benar juga tumpukan buku di perpustakaan sekadar sekumpulan tinta yang termuat dalam kertas. Tapi jika dibaca...

Pembaca Itu Mahluk Kesepian?

Woko Utoro Laela S Chudori pernah ditanya mengapa orang di era kini tidak suka membaca buku. Penulis novel "Laut Bercerita" itu menjawab sederhana, karena ada media baru untuk menyalurkan kesepian. Jika dulu orang belum kenal media seperti TV dan internet maka baca buku adalah pilihan utama. Termasuk Laela sendiri yang beruntung sudah diperkenalkan dengan beragam bacaan seperti komik dan majalah. Apa yang dikatakan Laela S Chudori tersebut mungkin bisa saja benar atau juga salah. Karena apakah mungkin kesepian bisa melahirkan pembaca? Bukankah kesepian hanya sekadar kondisi. Sedangkan membaca bisa dilakukan dalam kondisi apapun bahkan saat dunia tidak berpihak pada aksara. Apa yang diutarakan Laela S Chudori juga laik kita kupas sebagai renungan. Mungkin bisa saja orang dulu membaca buku sebagai sarana berburu informasi. Sedangkan era kekinian segala informasi berada dalam genggaman. Orang merasa dengan gadget semua produk bacaan tersedia begitu melimpah. Bahkan dalam beragam...