Langsung ke konten utama

Membentuk Pondasi Anak di Era Modern




Woko Utoro


Di era modern saat ini mendidik anak tentu tidak mudah. Jika dulu anak bisa belajar dengan alam langsung. Maka hasil yang dirasakan anak lebih menyatu dengan lingkungan. Tapi di era modern anak sudah bersatu dengan gadget. Sehingga kegiatan sosial mereka sangat minim. Akibatnya anak kehilangan empati dan kepekaan sosial. Hal itu tentu dirasakan hampir semua orang tua di era digital ini. 


Walaupun jaman silih berganti tapi ada saja solusi agar anak tetap menjadi manusia utuh. Solusi tersebut datang dari Imam Ghazali melalui banyak kitab adabnya. Kata Imam Ghazali jaman seperti apapun ingat soal anak ada 6 hal yang harus diterapkan. Pertama, biasakan adab. Soal adab ini menjadi mutlak, tidak boleh tidak. Adab adalah hal wajib yang tidak bisa ditawar. Seseorang yang kehilangan adab berarti kehilangan seluruh dunianya. Karena adab itu lebih utama dari ilmu. Tentu seperti yang kita tahu orang yang kehilangan adab laksana hidupnya seperti hewan. 


Kedua, diajari ilmu adab. Ini masih bersambung dengan poin pertama. Hanya saja pembiasaan adab lebih spesifik ketika di rumah. Sedangkan ilmu adab ini didapat dari guru lewat belajar alias sekolah. Maka dari itu ilmu adab paling efektif hanya bisa didapatkan di pesantren. Lewat pembelajaran 24 jam seorang santri akan tahu perilaku gurunya. Inilah ilmu adab yang tidak hanya sekadar teks book melainkan teladan langsung dari para guru. 


Ketiga, dihidupi dari rezeki yang halal. Perihal ini tentu menjadi tugas utama orang tua. Bahwa rezeki yang halal juga bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak. Rezeki halal ibarat komponen yang membentuk satu tubuh. Jika rezeki itu tidak halal maka satu bangunan akan mudah rapuh dan runtuh. Lantas seperti apa rezeki halal itu? Sederhana saja yaitu yang diusahakan dari keringat sendiri dan dari pekerjaan yang baik. Tidak hasil menipu, mencuri atau merugikan orang lain. 


Keempat, jauhkan dari teman yang buruk. Soal keempat ini nampak sekali tantangannya. Tentu temen tersebut bisa berarti banyak hal. Seperti teman dekat alias tetangga, teman sekolah ataupun teman di media sosial alias teman maya. Inilah yang harus menjadi strategi khusus bagaimana orang tua memberikan pendidikan pada anak agar pertemanan si anak berkualitas. Faktanya memilih teman itu perlu di era kekinian. Sebab tidak sedikit orang terjerumus karena memilih teman yang salah. Di sinilah dampaknya jika kita tidak selektif soal urusan pertemanan. 


Kelima, tidak dibiasakan hidup enak. Jika soal kehidupan enak lantas yang paling sulit adalah mendidik anak orang-orang berkecukupan. Mungkin bisa jadi benar tapi faktanya tidak demikian. Hal itu hanya soal pola asuh orang tua. Fakta nya di lapangan ada juga orang tak punya tapi memanjakan anak. Ada pula orang kaya yang tetap membuat anak mereka hidup sederhana. Intinya bukan berpaku pada kekayaan atau kemiskinan. Melainkan bagaimana orang tua memberi pengertian bahwa segala sesuatu perlu diusahakan. 


Seringlah membawa anak ke berbagai profesi kehidupan. Ajaklah mereka dan cobalah untuk membantu dengan hal-hal sederhana. Jika sudah dibiasakan sejak dini anak-anak akan tertanam bahwa kehidupan ini tidak ujug-ujug. Biarkan mereka menghirup betapa proses itu penting. Ajarilah mereka akan arti saling membutuhkan dan saling peduli sesama. Dengan begitu mereka akan sadar sejak dini bahwa ada hak orang lain dalam setiap usaha yang kita miliki. 


Keenam, tidak diajari gengsi alias silau dengan gebyar dunia. Poin ini masih terintegrasi dengan sebelumnnya bahwa gensi hanya akan membunuh diri sendiri. Di sinilah pentingnya orang tua mengajari anak untuk ingat muasal. Jika mereka petani maka hiduplah laiknya petani. Walaupun tidak bekerja di sawah misalnya akan tetapi tetap lah sikap rendah hati itu jadi pedoman. Jika pun sejak kecil hidup sebagai pedagang kecil di pasar maka sampai kapanpun sifat sabar, ikhlas dan nrima harus menjiwai di setiap kehidupan. Intinya apapun yang kita lakukan didasari pada ketenangan jiwa, kenyamanan hidup bukan pada gengsi apalagi mengikuti trend. Sungguh hidup yang diburu oleh trend jaman adalah kehidupan yang melelahkan. Lebih baik hidup sederhana apa adanya hal itu lebih menentramkan jiwa. Karena pada dasarnya kita adalah tanah yang tidak boleh merasa menjadi langit. []


The Woks Institute | rumah peradaban 28/2/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...