Woko Utoro
Sebagai orang yang hatinya Hello Kitty saya tidak bisa membiarkan kucing-kucing terlantar. Entah bagaimana pun juga sebisa mungkin saya mencoba merawatnya. Barangkali anda juga punya kisah merawat hewan peliharaan dalam hal ini kucing. Bicara soal kucing tentu saya punya banyak kisah. Salah satunya tentang si Monyong dan si Abu.
Pertama, saya sebenarnya bukan pecinta kucing yang level berat. Saya pecinta kucing yang sederhana. Kebetulan keluarga kami selalu didatangi kucing entah darimana mereka berasal. Bahkan kami belum pernah punya riwayat memiliki kucing sendiri misalnya harus beli atau adopsi. Rerata beberapa kucing memilih tinggal di rumah kami dan akhirnya kamilah yang merawatnya. Hal itu juga yang terjadi pada si Monyong dan si Abu.
Kedua, saya dapat cerita dari Abah jika gurunya dulu yaitu KH Muhammad Mahfudz (Pendiri Pondok Al Hikmah Mlathen) selalu didatangi kawanan kucing. Dari sanalah beliau juga mengikuti Kiai Mahfudz untuk merawat kucing. Katanya merawat kucing bisa menjadi wasilah dimudahkannya rezeki.
Ketiga, saya ceritakan tentang si Monyong. Dia sebenarnya bukan kucing saya asli. Si Monyong awalnya kucing tetangga dari 3 bersaudara. Lalu dia datang ke pondok dan akhirnya kami rawat hingga sekarang. Si Monyong itu induknya mati dan menurut informasi sudah berbusa di dekat rumah tetangga.
Singkat kisah saudaranya si buntut panjang pun mati. Entah kenapa dia sudah tak bernyawa dan ditemukan tergeletak di depan pintu. Tinggal menyisakan si Klabu dan Monyong. Si Klabu memiliki 5 anak bocil dan akhirnya mati juga karena tidak mendapatkan asi alami. Itu pun dramatis karena si Klabu mati duluan.
Si Monyong pun sebenarnya hampir mati. Dia sudah trauma dengan si Abu karena sering kelahi. Badannya kurus ditambah terkena jamur dan kudis. Intinya keadaannya memprihatinkan. Bahkan teman-teman santri mengira jika si Monyong tak lama lagi juga akan mati. Ternyata takdir berkata lain kino si Monyong masih ready bahkan badanya makin gemuk.
Keempat, si Abu dia juga kucing milik tetangga. Berbeda dengan si Monyong, Abu ini memiliki gen kucing mewah yaitu Persia. Tapi karena ditelantarkan dan jarang diberi makan akhirnya kini si Abu juga hidup mondok bersama kami. Awalnya si Abu itu seperti musuh dan belum jinak. Bahkan teman santri sangat sulit untuk menangkapnya. Tapi lambat laun ketika kami beri makan akhirnya dia jinak juga.
Dalam hal ini saya sering guyon dengan teman bahwa makanan adalah cara menaklukkan orang. Dengan makanan hewan pun akan menyebutnya sebagai majikan. Hal itulah yang digunakan Jokowi untuk mengambil simpati rakyat dengan program Bansosnya. Intinya siapa yang memberi makan mereka akan menjadikannya majikan.
Kelima, ini yang unik yaitu kisah cinta segitiga antara si Monyong, Pancawarna dan Abu hingga melahirkan si Gemoy. Si Monyong dan si Abu selalu rivalitas terutama ketika di hadapan Pancawarna (Kucing milik tetangga kami, dek Ocha). Si Monyong dan si Abu selalu kerah jika mereka bertemu. Entah soal asmara atau makanan yang jelas melihat tingkah mereka kadang kami sering tertawa. Karena si Monyong dan si Abu ini selalu lucu. Mungkin karena suaranya yang imut atau memang si Monyong itu culun.
Hanya saja saya belajar dari mereka walaupun sering bertengkar ternyata diam-diam antara si Monyong dan si Abu selalu saling memperhatikan. Mungkin jika dalm bahasa manusia mereka berdua itu sering merindu jika sehari tidak bertemu. Atau dalam bahasa kucing bisa saja ternyata mereka diam-diam saling mendoakan. Dalam hal ini saya tentu tidak tahu yang jelas tugas saya adalah merawat mereka semampunya. Entah sampai kapan yang jelas kehadiran mereka bukan atas kehendak saya sendiri. Bisa saja kehadiran si Monyong dan si Abu adalah cara agar saya menjadi manusia yang peduli kepada sesama mahluk hidup.[]
the woks institute l rumah peradaban 17/2/25
Komentar
Posting Komentar