Langsung ke konten utama

Laki-laki Tidak Bercerita Tapi Menulis




Woko Utoro

Kita mungkin sering bertanya mengapa laki-laki minim bicara. Seolah-olah hanya bicara seperlunya saja. Sedangkan perempuan bicara itu menjadi hal utama. Termasuk juga mengapa laki-laki jarang terlihat menangis. Berbeda dengan perempuan justru menangis adalah salah satu metode aktualisasi emosi.

Secara psikologis mengapa laki-laki jarang bercerita. Dibanding dengan perempuan laki-laki cenderung diam. Hal ini sebenarnya hanya soal media komunikasi terhadap perasaannya. Media penyalur emosi perempuan adalah curhat. Bahkan sejak kecil tangis bagi perempuan adalah hal wajar. Tapi berbeda dengan laki-laki.

Sejak kecil laki-laki terkena stigma tidak boleh menangis. Bahkan laki-laki cengeng itu seperti haram hukumnya. Hal demikian lah yang kelak ketika dewasa memberi jarak bahwa laki-laki itu kaku, tidak peka dan tak berperasaan. Padahal faktanya tidak demikian. Hal itu hanya soal karakter tradisional laki-laki yang cenderung melindungi. Sedangkan karakter tradisional perempuan adalah merawat. Jadi bagaimana mungkin laki-laki akan bersikap lemah di depan pasangannya sedangkan tugasnya memang melindungi.

Pelindung itu harus dicitrakan garang, tegas, kuat, disiplin dan pastinya tak boleh menangis. Maka dari itu laki-laki tidak berekspresi dalam hal apapun. Berbeda dengan perempuan yang cenderung ekspresif dalam berbagai hal. Emosi yang setara antara laki-laki dan perempuan adalah menangis ketika dirundung duka. Di posisi itulah laki-laki dan perempuan sepertinya sama.

Padahal ekspresi atau penyalur emosi baik bagi perempuan maupun laki-laki adalah hal penting yang tak boleh diabaikan. Karena hal itu berkaitan dengan kesehatan mental mereka. Sesekali lah laki-laki yang menangis itu jangan dicibir. Termasuk perempuan yang nampak tomboy pun tak usah dihakimi. Perbedaan gender bukanlah alasan untuk tidak mengerti keadaan mereka. Bukankah perempuan dan laki-laki itu saling memberi pelengkap. Ibarat bumbu hidup itu menyediakan segalanya tinggal kita saja yang perlu meraciknya.

Sungguh dalam tangis perempuan ada kekuatan untuk didengar. Dalam diam laki-laki ada energi besar untuk dihidupkan. Mereka hadir bukan sebagai api yang membakar tapi saling berbagi cahaya pada kegelapan.[]

the woks institute l rumah peradaban 21/2/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...