Woko Utoro
Malam itu tepat peringatan seabad hari lahir Pramoedya Ananta Toer 6 Februari 1925-2025. Kita sungguh beruntung bisa membingcang Pram bersama salah satu adiknya yaitu Soesilo Ananta Toer, atau Pak Soes. Kebetulan Pak Soes hadir dalam acara tour 15 kota di Jawa Timur dengan tajuk Tour Toer Tualang 100 tahun Pram.
Bertempat di Warkop Kokofoni Plosokandang Pak Soes berkisah panjang lebar bersama kami. Dipandu oleh Bang Iwan (Owner Kokofoni) kami pun menyimak penuh antusias. Tentu ini bukan kali pertama Pak Soes datang ke Tulungagung tapi saya baru pertama ini bisa bertemu beliau. Maka momen tersebut saya manfaatkan dengan maksimal. Padahal malam tersebut bertepatan dengan rutinan di Masjid Al Ittihad Sumbergempol.
Pak Soes berkisah panjang lebar mengenai Pram dan keluarga besar Mastoer. Bahkan dengan berapi-api Pak Soes bercerita jika 6 dari 10 adik Pram semua menjadi pengarang. Tidak aneh jika Pak Mastoer yang seorang kepala sekolah mampu mempengaruhi anak-anaknya.
Tapi ketika Pak Mastoer senang berjudi Pram marah dan membawa semua adik-adiknya ke Jakarta. Di sanalah Pram menghidupi adik-adiknya dengan menulis. Pram memang menulis dengan segenap berjuangan dan kepedihan. Maka dari salah jika karya tulisnya berkisah tentang dirinya sendiri. Terutama era kolonial masih mencengkram bangsa Indonesia.
Di usia 87 tahun Pak Soes masih semangat mengisahkan kakaknya. Pak Soes masih mengingat banyak hal tentang penulis Pulau Buru itu. Walaupun pendengarnya tak lagi baik dan badannya yang ringkih tapi Pak Soes masih bertahan. Pak Soes mengisahkan Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca dengan begitu detail. Bahkan ia masih ingat kisah masa silam termasuk saat kuliah di Rusia.
Sebenarnya masih banyak hal yang dikisahkan Pak Soes malam itu tentang Pram. Akan tetapi karena keterbatasan waktu maka saya cukupkan dengan beberapa pesan beliau. Pertama, kita harus hidup berjuang dalam kemanunggalan terutama ala Kartini. Karena manunggal berarti kita memilih hidup dengan pilihan sendiri.
Kedua, hidup itu harus berani. Karena keberanian adalah iman maka tidak sekadar dipercaya melainkan diyakini sebagai sebuah dorongan untuk berkarya. Ketiga, jangan bakar buku tapi bakarlah dirimu dari kemalasan. Keempat, bakarlah semangat mu dalam membaca dan menulis. Karena hanya dengan membaca dan menulis dunia akan lebih abadi. Kelima, kata Pram jika usia mu tak sampai umur dunia maka sambunglah dengan menulis.[]
the woks institute l rumah peradaban 8/2/25
Komentar
Posting Komentar