Woko Utoro
Beberapa kali kita disuguhkan momen-momen haru antara pendakwah dan jama'ahnya. Momen haru tersebut tentu tak selalu berkaitan dengan air mata tapi tentang penyesalan. Kata pendakwah kemarilah, kembalilah. Tenanglah bahwa pintu taubat selalu terbuka lebar untuk anda yang mau berubah. Larilah kemari, datanglah terus Allah selalu sudi memelukmu.
Kita sebut saja pendakwah itu adalah Gus Iqdam. Kebetulan beberapa waktu lalu beliau ngaji di Lapas Binaan Pemasyarakatan Kelas II Blitar. Dari momen itulah kita selalu belajar bahwa tidak ada orang buruk. Yang ada hanyalah orang yang belum baik dan mencoba terus menjadi baik. Dalam Hikam Ibnu Athoillah Syakandary disebutkan bahwa merasa buruk itu lebih baik daripada merasa paling baik. Bahkan maksiat yang membuat penyesalan lebih baik daripada ibadah yang membuat sombong.
Salah satu hal menarik dari ceramah Gus Iqdam adalah menyelipkan syair Al I'tiraf Abu Nuwas di sesi akhir pengajian. Metode itu sering kita sebut manjing atau memasukkan cahaya ke dalam hati jama'ah. Dalam tradisi sufi ngaji disebut juga tahalli atau cara penyucian jiwa. Setelah disucikan barulah ke takhali atau memasukkan kebaikan. Terakhir barulah tajalli atau cahaya ketuhanan bertransformasi menjadi laku.
Kita bisa lihat orang berlumuran tato, dosa dan pekat seolah tak kuasa menahan tangis saat syair Al I'tiraf disenandungkan. Mungkin bisa jadi orang-orang tidak tahu artinya tapi yang jelas melodinya mampu mengoyak batin. Syair tersebut memang cocok untuk mencairkan kita yang beku hatinya. Karena bagaimana pun juga kegelapan selalu membutuhkan cahaya. Bahwa rindu membutuhkan pulang. Bahwa sesat membutuhkan jalan kembali.
Barangkali dengan wasilah syair Al I'tiraf itu kita diingatkan terus bahwa sejauh apapun melangkah Allah SWT adalah tempat kembali. Seberat apapun perjalanan hidup Allah SWT selalu ada untuk hambanya. Jangan sampai kita kehilangan Allah. Jika kita kehilangan Allah lantas akan kemana mencarinya.[]
the woks institute l rumah peradaban 19/2/25
Komentar
Posting Komentar