Woko Utoro
Jika bicara polusi kita langsung connect ke udara tercemar akibat asap kendaraan atau pembakaran mesin-mesin pabrik. Asap itulah membawa karbon dan timbal serta membahayakan lingkungan. Dampaknya udara dan oksigen kualitasnya menurun dan dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Tapi ada polusi yang membahayakan hanya pada keburukan. Sedangkan dalam kebaikan polusi ini justru membumbung tinggi. Polusi ini dapat berfungsi sebagai benteng keselamatan, mengoyak keberkahan dan pelumas segala hajat. Polusi tersebut juga sarana kita mendekat pada mesin utama dan pastinya peluntur segala dosa. Polusi itu kita sebut sebagai polusi spiritual.
Polusi spiritual adalah doa-doa yang dipanjatkan melalui wasilah para auliya. Mungkin kita tak pernah tahu bagaimana bentuk asapnya. Akan tetapi kita bisa merasakan aura positifnya. Aura doa yang dipanjatkan di makam auliya membumbung tinggi ke langit. Bahkan berjalan di bumi lalu melesat secepat kilat. Jika kita diberikan kelebihan untuk melihat barangkali doa, dzikir dan tahlil menyesaki jagat.
Maka dari itu jangan sepelekan orang yang tengah mengadu pada Allah SWT. Apapun hajatnya toh mereka tengah mendekat. Bisa jadi doa-doa itu menyelinap merubah menjadi keselamatan atas pesawat yang terbang, kapal yang melaju dan kendaraan lain yang menuju kebaikan. Kita juga tak pernah tahu ke mana doa tersebut berlabuh. Kita hanya percaya bahwa doa merubah diri menjadi keselamatan atas si pendoa, menjadi kebaikan dan investasi esok di akhirat.
Di sinilah pentingnya kita terus mentradisikan ziarah. Agar polusi di langit spiritual tetang terjaga. Jika doa-doa tak lagi dipanjatkan karena orang mulai rasional maka hal itu bisa berbahaya. Karena doa adalah bentuk kerapuhan manusia. Dengan doa berarti kita mendaku diri tak memiliki daya apa-apa. Maka dari itu kita membutuhkan pijakan kuat agar doa yang dipanjatkan terhubung ke hadiratNya. Jika bukan karena ulama lantas bagaimana cara kita mengenalNya. Sungguh para auliya Allah SWT itu tidak mati. Mereka hanya berpindah alam dan hingga kini masih menunggui kita anak cucunya.[]
the woks institute l rumah peradaban 3/2/25
Komentar
Posting Komentar