Woko Utoro
Di antara 10 anak Pak Mastoer barangkali Pram dan Soes lah yang menarik perhatian. Ya, Pak Soes malam itu datang tepat di perayaan Seabad Pramoedya Ananta Toer. Beliau datang dalam acara tour 15 kota di Jawa Timur dengan tajuk Tour Toer 100 tahun kelahiran Pram. Usia senjanya hampir 90 tahun tidak menyurutkan semangat berbagi dengan kami. Karena usia bagi Pak Soes adalah angka sedangkan pikiran dan jiwanya telah bebas merdeka.
Ya, Pak Soes adalah seorang doktor lulusan Universitas di Rusia dan memilih hidup menjadi pemulung. Kini Pak Soes hidup di Blora sambil mengasuh Perpustakaan Pataba. Seperti Pram, Pak Soes mengikuti jalan hidup pilihannya. Jalan hidup bebas dan perjuangan pada hak kemanusiaan. Salah satunya berjuang dan mengabadikan diri lewat menulis.
Bagi Pak Soes, kebebasan adalah iman. Bebas dalam arti memilih hidup sesuai nurani bukan disetir oleh orang lain. Kebebasan bukan sekadar dipercaya tapi diyakini sebagai fitrah manusia. Soal ini saya ingat pesan Buya Hamka bahwa bayi itu lahir dan bebas merdeka tapi mengapa ada orang yang tega menjadikan manusia budak. Padahal kelahiran adalah kemerdekaan yang harus diisi dengan kebaikan.
Malam itu saya saksi Pak Soes adalah kepanjangan tangan Pram dengan segenap karya-karyanya. Kata Bang Iwan, yang salut dari Pak Soes adalah dia tetap bertahan dengan diskusinya walaupun sebenarnya badanya ringkih dan menderita penyakit komplikasi. Pak Soes tidak memperlihatkan dirinya sakit dan itulah jalan hidupnya.
Bagi Pak Soes bangsa ini wajib membaca Pram bukan sebagai sastrawan tapi sebagai manusia yang mencintai bangsanya. Selanjutnya menulislah karena hanya lewat cara itu kita akan tahu masa lalu sebagai pelajaran hari esok. Kata Pak Soes, menulislah seperti saya karena hobi. Sebab karena hobi maka menulis tak akan mudah kecewa justru jadi jalan hidup.[]
the woks institute l rumah peradaban 8/2/25
Komentar
Posting Komentar