Langsung ke konten utama

Ideologi Rest Area





Woko Utoro 

Mungkin kita pernah merasa lelah dengan segala aktivitas sehari-hari. Di mana hidup di hadapkan dengan ketidakpastian. Sehingga kita begitu menggebu-gebu mencari materi dari pagi hingga petang. Yang seturut teori katanya materi dapat membeli kebahagiaan. Padahal tanpa disadari ternyata apa yang kita cari tak tau entah ke mana. Bahkan pencarian itu tak pernah diketahui untuk apa.

Dari kondisi itulah sepertinya kita selalu membutuhkan pelarian. Kelelahan dan tak tau arah seolah membutuhkan jeda untuk kita menikmati suasana. Salah satu tempat rehat itu sering kita jumpai sebagaimana rest area di jalan tol tersedia. Bahkan kita menciptakan sendiri tempat itu pada kursi warung kopi, angkringan, trotoar, halte hingga depan supermarket.

Ketidakpastian hidup dan keruwetan dunia membawa kita dalam pencarian ketenangan. Walaupun mungkin sejenak tempat rehat adalah hal paling dicari di era serba cepat ini. Kondisi demikian menurut Zygmunt Bauman dalam The Liquid Modernity (2000) disebut modernitas cair. Modernitas cair, adalah sebuah era di mana ketidakpastian, perubahan yang cepat, dan kerapuhan sebuah struktur sosial terjadi di tengah masyarakat.

Kondisi ketidakpastian itulah membuat siapa saja tidak berdaya. Terutama perihal pencarian ekonomi yang makin sulit. Lapangan pekerjaan juga makin menyempit dan rivalitas terjadi secara nyata. Termasuk PHK di mana-mana dan kebutuhan yang makin meningkat. Menambah kuatnya jika kita butuh merenung sejenak dari ketidakberuntungan. Sehingga tak aneh jika banyak ruang terbuka tercipta secara sederhana. Hal itu karena faktor eksistensi dan sosial manusia yang kian terancam.

Manusia membutuhkan ruang pemberhentian. Mungkin untuk sekedar merefresh pikiran. Atau merebahkan badan dari penatnya kemacetan jalanan. Maka dari itu kursi di emperan atau tikar di angkringan menjadi pilihan kita melepaskan penat. 

Hal itulah yang juga dirasakan secara kolektif oleh setiap pejalan dalam proses kehidupannya. Bahwa apa yang mereka rasakan selama ini juga dirasakan oleh orang lain. Ruang rehat itulah yang mengajarkan bahwa kita tak sendiri. Bahwa rasa sakit itu pasti di rasakan oleh anggota tubuh lain. Dan memang kita akan berbagi perasaan yang sama mungkin di depan secangkir kopi.[]

the woks institute l rumah peradaban 15/2/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...