Langsung ke konten utama

Perjumpaan dengan Ramadhan




Salah satu momen sakral tentang perjumpaan adalah kita dan Ramadhan. Saking sakralnya sampai-sampai di beberapa tempat melahirkan tradisi seperti munggahan, megengan, nyadran, nyekar hingga padusan. Tradisi itu bermuara pada penyucian jiwa melalui simbol menyucikan fisik misalnya membersihkan bangunan, menyuci gaman, ziarah ke makam keluarga hingga membuat makanan seperti apem dll.

Ramadhan memang teristimewa. Saking istimewanya tradisi sastra maupun Qur'an dan hadits jiga turut memujinya. Bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan. Bahwa siapa yang beribadah di dalamnya maka pahala dilipatgandakan. Bahwa siapa yang gembira atas kehadirannya akan mendapat surga.

Perjumpaan dengan Ramadhan memang berbeda dengan bulan lain. Walaupun nampaknya tiap tahun serasa sama sejatinya Ramadhan selalu terasa berbeda. Perbedaan yang mencolok adalah terdapat pada aura, rasa dan aroma. Fisik mungkin bisa saja bohon tapi perasaan hati tak pernah dibohongi. Suasana Ramadhan selalu menghembuskan angin-angin kerinduan. Aura Ramadhan selalu menaburkan serbuk-serbuk kesejukan.

Ibarat penyucian, Ramadhan adalah stasiun isi ulang bahan bakarnya. Di bulan ini orang diajak untuk kembali menjadi manusia rohani. Di bulan ini orang diingatkan lagi bahwa mereka berasal dari langit. Sehingga mereka diperintahkan untuk mencuci segala kekotoran baik dhohir maupun batin. Setelah itu mengisinya dengan segala kebaikan dan bersiaplah mendapat pancaran illahi.

Demikianlah keistimewaan Ramadhan yang banyak tersembunyi namun bisa dirasakan. Ramadhan selalu dirindukan bukan tentang takjil atau petasan atau uang saku. Ramadhan dirindukan sebab berkaitan dengan kesempatan, umur, fasilitas, hingga anugerah. Sebab tidak semua orang beruntung bisa mendapatkan momen Ramadhan ini. Sungguh ibarat para perindu, Ramadhan adalah bulan perjumpaan alias panen raya nya kekasih dan Tuhanya.[]

the woks institute l rumah peradaban 1/3/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...