Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Sepakbola, Mafia dan Kehilangan

Woko Utoro Malam Minggu saya berbincang dengan Mr Ferry dari Solo. Dalam perbincangan itu kami menyinggung bola dan pusaran mafia. Kami bicara tentang degradasinya PSS Sleman padahal di pertandingan akhirnya mereka menang. Tapi justru Semen Padang lah yang bertahan karena juga sama-sama menang atas lawannya. Kata Mr Ferry bisa saja kemenangan atau kekalahan itu terindikasi mafia. Sederhana saja semua pertandingan bisa dilihat dari cara main. Atau dari tujuan apa yang ingin hendak dicari. Intinya kata Mr Ferry semua hal terutama di Indonesia bisa dibeli atau dipermainkan. Beliau juga berseloroh bahwa dalam hal apapun bisa terdapat mafia bahkan di kontestasi Pilpres sekalipun. Atas apa yang dikisahkan Mr Ferry tersebut saya pun langsung berpikir terbang melayang. Mungkin bisa jadi benar bahwa selama ini kita hanya konsumen yang tak tahu apa-apa di belakang layar. Kita hanya tahu pertandingan sepakbola adalah soal kemampuan, teknik dan upaya cetak gol. Tapi ternyata bisa jadi di dunia si ...

Kesenjangan Antara MI dan SD

Woko Utoro  Seorang teman berdebat mengapa anak SD sekarang lebih sulit diatur daripada era lampau. Salah satu di antara teman kami menjawab panjang lebar. Katanya semua pertanyaan berkaitan dengan orientasi, nomenklatur dan status. Menurutnya inilah perbedaan lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan pemerintah dan yayasan agama secara khusus adalah pesantren. Teman saya menjabarkan jika di pesantren mengenal istilah barokah. Sedangkan di lembaga umum hanya formalitas belaka. Soal monitoring misalnya di lembaga formal paling hanya beberapa kali. Itu pun lagi-lagi formalitas belaka. Tapi di pesantren kontroling dilakukan setiap saat. Sehingga tak ada istilah menganggur di pesantren yang ada justru padat merayap berkegiatan. Perhatian terhadap anak-anak dilakukan kontinyu. Karena bagi pesantren sisi emosional anak merupakan hal terpenting. Jangan biarkan anak mengalami kekosongan batin. Maka dari itu gurunya pun ditempa agar selaras atas apa yang disampaikan. Guru-guru harus hadir dan ...

Organisasi: Meniti Jalan Pulang

Woko Utoro  Seorang teman bertanya apa arti jalan pulang. Pertanyaan itu berelasi dengan prinsip mengapa organisasi perlu dihidupkan kembali. Bagi saya sebelum menjawab pulang bertanya dulu dari mana kita pergi. Hal itulah yang akan jadi jawaban mengapa organisasi perlu bergerak lagi. Mengapa organisasi perlu kita ikuti walaupun katanya sering dibuat sakit hati. Bagi saya organisasi adalah tempat berproses. Selama berproses kita tidak sedang pulang tapi pergi dan menepi. Sehingga jika ada pernyataan jadikan organisasi sebagai rumah kedua. Tanyalah dulu apakah kita tahu di mana rumah pertama. Karena tidak sedikit orang yang keluar dari rumah pertamanya. Banyak orang yang menjadi korban bahwa rumah pertama bukan tempat yang nyaman. Maka dari itu sebelum menjadikan organisasi rumah kedua bertanya dulu bagaimana kondisi rumah pertama? Tidak semua orang hadir dengan utuh. Terlalu banyak orang datang dengan rapuh. Barangkali di organisasi adalah obat atas kekosongan tersebut. Tapi tentu tida...

Kognitif Closure

Woko Utoro  Kita pasti baru sadar mengapa pesan sabar selalu diulang-ulang. Seolah ada pesan khusus terlebih untuk menghadapi suatu masalah. Terutama di era modern kesabaran harus ditanam sejak dini. Bahasa anekdot nya kesabaran kini harus sudah di tingkat dewa. Karena di era globalisasi kesabaran adalah kunci dalam menghadapi setiap perubahan. Salah satu ujian orang soal kesabaran adalah ketika melihat fenomena di media sosial. Di medsos kita tahu semua serba cepat dan instan. Seolah kesabaran tak memiliki tempat yang layak. Orang selalu merasa terburu-buru dalam menyimpulkan. Dalam hal apapun orang selalu ingin jawaban. Padahal segala sesuatu itu melewati berbagai proses. Di sinilah kita kenal istilah kognitif closure atau kecenderungan untuk menyimpulkan. Atas dasar kepuasan akibat kecepatan algoritma maka orang mudah menilai. Kecenderungan tersebut lambat laun membunuh daya kritis. Upaya kroscek, verifikasi atau saring sebelum sharing menjadi tidak diperlukan. Karena orang sudah d...

Menulis Terus Jangan Berhenti

Woko Utoro  Orang menulis itu bijak. Sama halnya dengan orang bernyanyi atau main bola. Jika anda mampu menulis maka menulislah. Jika anda mampu olah suara maka bernyanyilah syukur-syukur ciptaan sebuah lagu. Jika anda atlet sepakbola maka bermainlah dengan indah dan cetaklah gol. Intinya setiap orang melakukan aktivitas kesukaannya adalah bijak lebih lagi jika diniatkan ibadah. Soal menulis kita ingat Michel Foucault, katanya aku menulis bukan untuk mengubah dunia melainkan merubah diri sendiri. Bagi Foucault perubahan dunia dimulai dari individunya. Sehingga jelas bahwa kemajuan suatu bangsa harus ada dari komponen terkecil. Ketika seseorang memahami hal itu maka bijaklah kita. Justru melakukan hal-hal di luar apa yang kita tak mampu adalah bencana. Rumi juga pernah berpesan jika kemarin aku pintar, aku ingin mengubah dunia. Lalu jika hari ini aku bijak, aku ingin mengubah diriku sendiri. Bagi Rumi perjalanan puncak manusia sebelum bersua Tuhannya adalah memperbaiki dirinya. Karena a...

Jangan Ada Kata Unggul Untuk Lembaga Pendidikan

Woko Utoro  Beberapa orang sanksi dengan kata unggul terutama yang disematkan pada lembaga pendidikan. Begitu pun saya seolah merasa ada yang tidak tepat dengan kata itu. Awalnya mungkin terasa keren tapi lebih jauh ternyata bermasalah. Kata unggul ternyata problematik. Gus Baha misalnya merasa kurang sreg dengan kata unggulan dalam sekolah atau pondok pesantren. Bagi Gus Baha kata unggul di lembaga pendidikan itu jadi lucu. Mengapa? karena unggul itu hanya orientasi mendapat. Setelah mendapat orang cenderung berharap. Sedangkan dalam tradisi tasawuf berharap pada mahluk itu berbahaya.  Kata Gus Baha jika ada sekolah unggul lalu melahirkan siswa yang prestasi semua maka kecenderungannya akan diberi penghargaan, sebut saja beasiswa. Dari itulah akhirnya mereka hanya berharap pemberian pemerintah. Padahal seharusnya mereka memberi sesuatu buat negara bukan berharap. Mbah Nun juga demikian. Kata beliau orang mengatakan unggulan atau super itu sangat tidak sopan. Karya apapun yang melekat ...

Jihad Perempuan 2

Woko Utoro  Beberapa kali saya meracuni teman-teman bahwa setiap kita memiliki peran, fungsi serta tanggungjawab tersendiri. Dalam arti setiap orang memiliki tugas untuk berjihad minimal untuk diri sendiri. Terlepas dari gender apapun jelas bahwa jihad adalah upaya untuk menggapai cita-cita. Orang yang gigih memperjuangkan cita-cita juga disebut mujahid. Jelas bahwa jihad itu tidak melulu bermakna perang fisik walaupun ada istilah qital dan harb . Tapi kita ingat jihad juga bermakna ghazwah alias jihad pikiran. Bahkan di era kekinian kita juga memiliki peran untuk jihad di medsos. Sebuah media jihad yang saat ini menjadi lahan basah untuk siapa saja. Karena di medsos tidak setiap orang dewasa atas apa yang mereka posting dan konsumsi. Sehingga mewarnai medsos dengan konten positif adalah satu langkah yang bisa kita lakukan. Kita mungkin bukan mujtahid yang menentukan sebuah fatwa hukum atau melahirkan pembaharuan. Kita juga bukan jihadis yang membela agama dengan kekuatan otot atau s...

Jihad Perempuan

Woko Utoro  Saya pernah mendengar bahwa tugas perempuan hanya sebatas domestik, dapur, sumur kasur. Mendengar hal itu tentu telinga saya panas. Mengapa di era modern ini masih hidup prinsip kolot. Seolah perempuan tidak boleh untuk melakukan kerja-kerja di luar. Terlebih ketika mendengar istilah jihad. Jihad sebenarnya sederhana yaitu mengerahkan segala daya upaya untuk menggapai sesuatu. Jadi jika seseorang ingin menggapai cita-cita itu juga bagian dari jihad. Misalnya berpendidikan, aktivitas pemberdayaan hingga gerakan sosial peduli lingkungan. Maka dari itu jihad perempuan jika disandarkan pada rumah itu keliru. Sebab setiap orang memiliki hak untuk melaksanakan tugasnya. Dalam Al Qur'an, jihad dimaknai dengan perang fisik (qital), moral dan dakwah. Mungkin perang fisik hampir tidak ada sedangkan tugas moral dan dakwah biasa oleh siapa saja. Maka jelas bahwa Al Qur'an menegaskan bahwa jihad itu netral gender. Siapa saja bisa mengambil peran tanpa dibatasi ruang dan waktu. B...

Kamu Harus Tetap Menulis

Woko Utoro  Saya tidak bosan setiap ada momen wisuda selalu diminta memberi pesan. Pesan itu selalu diulang-ulang yaitu jangan hilangkan tradisi baik yang dibangun di masa kuliah. Jika pesantren adalah miniatur masyarakat maka perkuliahan ialah organisasinya. Salah satu hal yang saya pesankan pada teman-teman adalah dengan menulis. Misalnya orang seperti saya tidak boleh berhenti menulis. Termasuk orang yang biasa di kesenian atau dakwah juga tak boleh berhenti. Pokok sesuatu yang seolah menjadi jalan hidup teruskan saja, jangan berhenti. Karena tanpa diminta berhenti itu pasti dan kita tinggal menunggu waktu saja. Bagi saya apapun itu termasuk menulis adalah amanat hati nurani. Bahkan kata G.G Marquez menulis adalah kemaslahatan daripada sekadar peniruan. Umberto Eco bahkan mendorong kita untuk terus menulis. Katanya menulis itu jalan politis setiap orang. Baginya setiap orang wajib untuk terus berpendapat. Bukan karena penulis itu sok tahu tapi agar stabilitas tetap terjaga. Menulis ...

Relasi Keberhasilan Santri dan Hormat Guru

Woko Utoro  Dalam sebuah pengajian saya pernah melempar pertanyaan kepada teman-teman santri. Apa relasi menghormati guru dengan keberhasilan menimba ilmu? Ternyata dari pertanyaan itu membuat suasana hening. Mereka terdiam dan belum mampu menjawab. Akhirnya saya jawab sendiri. Bahwa relasi penghormatan pada guru bisa menjadi indikator keberhasilan santri. Poinnya bahwa ilmu itu bukan banyaknya tapi manfaatnya. Hal itulah yang dijelaskan dalam Kitab Ta'lim Muta'alim karya Syeikh Zarnuji. Bahwa jika santri ingin berhasil dan berkah ilmunya harus memiliki sikap hormat pada guru atau ahli ilmu. Bahkan penghormatan itu berlaku pada keluarga dan kerabat sang guru. Kata Sayyid Muhammad jika ingin pintar belajarlah, jika ingin berkah berkhidmah-lah. Kebermanfaatan dan keberkahan guru tidak semua orang dapat. Tidak sedikit orang yang ilmunya berlimpah tapi kebermanfaatannya belum dirasakan. Bahkan yang banyak itu orang makin pandai justru untuk tujuan memperkaya diri. Padahal masih dal...

Shummun, Bukmun, Umyun

Woko Utoro  Jika melihat perilaku orang di medsos makin hari kian memprihatinkan. Apalagi jika sudah komentar berebut benar. Kita jadi bingung bahkan siapapun bisa mengklaim kebenaran. Padahal kebenaran itu relatif. Kebenaran itu bergantung atas sandaran apa. Mayoritas netizen di medsos hanya bertumpu pada nafsu sesaat. Sehingga siapa saja bisa mengobral versi kebenaran individu/kelompok bukan berdasar ilmu atau logika. Bicara soal kebenaran kita ingat Al Baqarah ayat 18. Di sana dikisahkan ada orang yang sulit menerima kebenaran. Padahal kebenaran itu nampak jelas. Sehingga ayat tersebut mengistilahkan mereka dengan orang yang tuli, bisu dan buta. Ulama sepakat tuli berarti mereka yang sulit mendengar kebenaran padahal kebenaran itu jernih. Mereka bisu terhadap kebenaran sehingga sulit mengakui padahal kebenaran itu lantang dan jelas. Mereka juga buta terhadap kebenaran padahal kebenaran tidak terbantahkan. Orang yang enggan menerima kebenaran juga tidak harus tuli, buta atau bisu. Me...

Tetaplah Mendidik

Woko Utoro  Saya bukan sarjana pendidikan tapi kesukaan pada dunia mengajar sudah terbangun lama. Mengajar adalah salah satu cara mentransfer ilmu dalam pendidikan. Sedangkan pendidikan itu sendiri luas dan memiliki makna mendalam. Tapi sayang kini justru banyak jurusan pendidikan tapi enggan mengajar. Alasannya jelas menjadi seorang pendidik tidak menjanjikan apapun termasuk kebahagiaan materi. Berkaitan dengan kebahagiaan saya ingat pesan ibu tempo hari. Kata ibu teruslah menjadi pendidik walaupun mungkin gajinya kecil. Saya angan-angan pesan ibu tersebut dalam setiap perjalanan. Ternyata hari ini saya jumpai apa makna di dalam pesan tersebut. Sederhananya ibu ingin agar saya tetep menjadi seorang pendidik sampai kapanpun. Tidak peduli berapa bisyaroh yang kita terima. Ibu tentu paham menjadi pendidik di Indonesia khususnya di sekolah formal tidak bisa memperkaya diri. Tapi setidaknya kita mendidik untuk diri sendiri dan keluarga. Saya juga sadar dari pesan ibu berbunyi nyaring dan ...

Menulis itu Jalan Ninja

Woko Utoro Ada yang bilang menulis itu mudah. Tidak sedikit pula yang berkata menulis itu susah-susah gampang. Tapi bagi saya menulis itu mengkondisikan. Jadi kita berfokus bukan pada aktivitas menulisnya melainkan usaha menulis itu sendiri. Dalam kata lain tulisan adalah hasil sedangkan menulis itu proses. Jika sekadar menulis tentu akan sangat mudah. Ambil contoh, mahasiswa tidak suka baca tulis sekalipun akan menyelesaikan tulisan makalahnya jika waktu telah ditentukan. Tapi menulis itu susah karena selain menaklukkan kondisi diri, waktu juga meracik tulisan itu sendiri. Terutama tulisan yang bersifat riset untuk tujuan publikasi ilmiah. Ada banyak orang pandai di sekitar kita tapi macet ketika menulis. Padahal baru di level tulisan ringan semisal daily activity . Banyak juga orang yang pandai bicara tapi sekalinya menulis beribu alasan. Jadi pada prinsipnya siapa pun bisa menulis tapi tidak siapa pun bisa mengkondisikan waktunya. Sama halnya dengan membaca. Siapa pun orang bisa mem...

Imajinasi dan Story Telling

Woko Utoro  Saya akui bahwa keberhasilan guru di sekolah formal adalah mampu membuat anak didiknya pintar dalam hal akademik. Sedangkan di pesantren kepintaran akademik harus nomor dua setelah akhlak. Tapi tentu output pintar akademik dan penghayatan akhlak bukan perkara yang mudah. Sebab kita membutuhkan perangkat lain seperti orang tua, lingkungan dan waktu. Di era kekinian mendidik anak makin sulit. Soal pengetahuan misalnya anak sekarang jauh lebih payah daripada anak jaman dulu. Apalagi soal akhlak karimah tidak usah diperjelas tentu kita bisa menjawabnya. Dari itulah kita perlu strategi khusus dalam mendidik anak di era digital ini. Terkhusus bahwa strategi, media, atau cara adalah lebih utama dari materi (Ath-thariqah ahammu minal maddah). Percuma materi keren tapi cara menyampaikan tidak menarik dan membuat anak jenuh. Maka dari itu kita perlu menguasai setidaknya dua hal yaitu imajinasi dan story telling. Hanya guru kaya imajinasi dan penguasaan story telling nan baik yang aka...

Etic of Care

Woko Utoro  Suatu hari Rocky Gerung berkisah dalam sebuah forum diskusi bahwa dunia tengah mengalami dua krisis besar yaitu teologi dan ekologi. Krisis teologi tentu berkaitan dengan keyakinan pada ajaran Tuhan yang kian hari terkikis oleh teknologi. Sedangkan krisis ekologi seperti yang kita tahu kerusakan alam akibat keserakahan oligarki makin merajalela. Manusia modern meyakini bahwa yang mampu menyelamatkan dunia adalah teknologi. Padahal produk teknologi seperti halnya komputer, misil, rudal, roket, tank dll justru menjadi musuh karena berubah jadi mesin pembunuh. Manusia modern juga lupa bahwa menguasai sumber daya bumi sama dengan merusak kehidupan dimulai dari dalam. Soal inilah Bung Rocky menawarkan solusi untuk pelajari Al Qur'an dengan akal sehat, hidupkan kembali akal budi dan belajar pada rahim ibu. Kata Bung Rocky, ketika bumi misalnya merusak dirinya maka alam akan meregenerasi secara alami. Tapi jika alam dalam hal ini bumi rusak oleh tangan-tangan kotor manusia mak...

Pers dan Kejujuran

Woko Utoro  Di negeri manapun kejujuran mahal harganya. Tanpa kejujuran dunia hanyalah omong kosong. Saya membayangkan kejujuran negeri ini makin luntur. Bahkan perlahan hilang. Salah satunya bisa kita lihat dari media pemberitaan. Media pemberitaan seperti kehilangan kepercayaan dampak dari informasi yang tak terkendali. Seperti kita tahu dampak dari digitalisasi serta adanya internet dan medsos. Pemberitaan menjadi kabur dan semua akibat arus informasi yang meluap. Setiap orang bisa mengakses informasi serta ragam beritanya sendiri. Tanpa perlu upaya kritis dan verifikasi semua berita dilahap dalam sekejap. Pers tidak lagi jadi pedoman utama pemberitaan. Sehingga kita tidak bisa membedakan mana kebenaran atau kebohongan. Beberapa hari lalu saya tanya teman yang bekerja sebagai jurnalis. Katanya kini media pemberitaan meanstream nampaknya mulai gulung tikar. Satu persatu karyawannya terkena pengurangan alias PHK. Akibatnya media dalam hal ini pers semakin berkurang. Jika sudah begitu...

Membaca Buku Menyelami Relung Batin

Woko Utoro  Berulang kali saya mengalami kekosongan batin akibat terlalu banyak membaca di website. Saya kira membaca di web membuat kemudahan dalam mengafirmasi pengetahuan. Ternyata sebaliknya saya hanya terkena algoritma yang justru membingungkan. Benar, semakin banyak membaca di internet otak justru terasa stuck. Padahal yang kita lakukan adalah membaca. Apalagi hanya sekadar scrolling dan mengikuti algoritma sesaat. Mungkin kita akan mengalami pembusukan otak alias brain rot. Saya lalu sadar kunci agar otak kembali sehat adalah dengan membaca buku konvensional. Banyak pemberitaan yang menyebut jika negara maju kini mulai kembali ke alam, kembali ke buku cetak dll. Alasannya sederhana, agar pengetahuan kembali diakses lewat sumber utama. Internet hanya menyediakan kecepatan. Sedangkan kecepatan adalah ideologi pasar. Di mana selain dari buku semua adalah pengetahuan semu. Pengetahuan yang hanya datang sesaat lalu pergi. Intinya pengetahuan yang didapat secara instan maka mudah pula...

Apakah Diri Perlu Ditemukan

Woko Utoro  Saya pernah ditanya apakah diri perlu ditemukan. Katanya jati diri itu selalu tak pernah dikenali. Sehingga dari itu kita perlu mengenalnya lebih dalam. Dari pertanyaan itu memang perlu untuk dijawab. Bahwa diri wajib ditemukan. Sekalipun hanya menerka setidaknya proses pencarian harus dilakukan. Kata Jung, kita sering lupa diri terutama di era modern. Kita mengira diabaikan dalam arti fisik adalah kehilangan jati diri. Bukan. Justru tidak mendengar jiwa kita sendiri merupakan pengabaian yang diam-diam menghilangkan identitas. Ya, bahwa jati diri itu berasal dari dalam. Orang bijak berpesan hal terpenting ketika merawat kulit dari luar yaitu merawat hati dari dalam. Karena hati dan jiwa tak pernah tinggal diam. Hati dan jiwa hanya perlu dimengerti. Salah satunya dengan cara sering berdialog. Ajaklah jiwa kita bicara. Jangan biarkan mereka gersang di tengah banjir informasi. Jangan buat mereka putus asa di antara harapan duniawi. Atau jangan jadikan mereka korban atas segala...

Sajadah Panjang

Woko Utoro  Dalam hidup ujian dan lika-liku adalah kepastian nyata. Semua hal itu disediakan agar kita berpikir. Tapi tenang saja seberat apapun ujian hidup selalu ada jalan keluarnya. Allah SWT sudah memberikan kepastian bahwa paket itu akan mudah dilewati bagi orang-orang beriman. Kata Allah SWT, bagi orang beriman segala macam rintangan tak ada bedanya. Sebab dalam hidup semua adalah fitnah yang nyata. Maka dari itu ketika hidup tak tentu arah, tak tau jalan pulang atau tak jua menemukan titik terang bentangkan lah sajadah panjang. Mengapa sajadah panjang? karena sajadah panjang bukan sekadar judul lagu dari Bimbo tapi lebih jauh menyeluruh. Sajadah panjang adalah simbol jika pengabdian kita kepada Allah SWT adalah sepanjang hayat. Karena hidup ini mengabdi maka puncak dari kehidupan adalah menjadi seorang hamba. Hamba menjadi identitas resmi di mana Allah SWT mencintai kita. Tanpa predikat itu apalah arti hidup ini. Sehingga jelas kita tidak butuh karpet merah untuk dimuliakan. Kit...

Sajadah Panjang

Woko Utoro  Dalam hidup ujian dan lika-liku adalah kepastian nyata. Semua hal itu disediakan agar kita berpikir. Tapi tenang saja seberat apapun ujian hidup selalu ada jalan keluarnya. Allah SWT sudah memberikan kepastian bahwa paket itu akan mudah dilewati bagi orang-orang beriman. Kata Allah SWT, bagi orang beriman segala macam rintangan tak ada bedanya. Sebab dalam hidup semua adalah fitnah yang nyata. Maka dari itu ketika hidup tak tentu arah, tak tau jalan pulang atau tak jua menemukan titik terang bentangkan lah sajadah panjang. Mengapa sajadah panjang? karena sajadah panjang bukan sekadar judul lagu dari Bimbo tapi lebih jauh menyeluruh. Sajadah panjang adalah simbol jika pengabdian kita kepada Allah SWT adalah sepanjang hayat. Karena hidup ini mengabdi maka puncak dari kehidupan adalah menjadi seorang hamba. Hamba menjadi identitas resmi di mana Allah SWT mencintai kita. Tanpa predikat itu apalah arti hidup ini. Sehingga jelas kita tidak butuh karpet merah untuk dimuliakan. Kit...

Belajar dari Avatar the Legend of Aang

Woko Utoro  Seperti kita tahu ketika nonton kartun ada saja kelucuannya. Tapi di luar itu kartun juga menyuguhkan pelajaran berharga salah satunya pada Avatar the Legend of Aang. Mungkin kita tak kuat menahan tawa karena kelakuan Sokka dan Momo. Lebih dari itu Aang dkk justru menyuguhkan pelajaran berharga terutama tentang 4 elemen alam yang perlu dikuasai. Setiap kita barangkali seperti Aang seorang pengendali udara. Di mana udara adalah elemen yang selalu berhembus di mana ada kekuatan yang besar menggerakkannya. Udara akan membuat api membesar dan seperti kita tahu dua elemen ini menjadi lakon utama. Yang paling khas yaitu dialog, "Semua wilayah dalam keadaan stabil kecuali saat negara api menyerang".  Api adalah simbol peperangan hawa nafsu dalam diri. Baik di dunia nyata maupun kartun api bersifat membakar. Api jika tidak dikendalikan akibatnya bisa fatal. Api diibaratkan nafsu syahwat dalam diri. Sehingga kita memerlukan air untuk memadamkannya. Kita juga butuh bumi ata...

Obituari Mr Malik : Muadzin Terakhir

Woko Utoro Sekitar pukul 5 sore pesan WhatsApp berbunyi ramai. Setelah saya buka ternyata berisi pesan lelayu dari salah satu teman kelas kami karena ayahnya baru saja berpulang. Beliau adalah Pak Malik, ayah dari saudara Hammam Defa Setiawan sekaligus mertua dari saudari Latifatul Atiqah. Pak Malik sudah kami kenal sejak tahun 2015. Saat itu kami adalah mahasiswa baru di jurusan Tasawuf Psikoterapi IAIN sekarang UIN SATU Tulungagung. Kami sering main ke rumah beliau di Perum Bumi Mas Tunggulsari Tulungagung. Di sanalah kami berkenalan dan sekaligus numpang makan. Ketika mendengar kabar beliau berpulang sebenarnya antara kaget dan biasa saja. Biasa karena beliau sejak lama sudah sering sakit dan RS adalah seperti kawan. Sedangkan kaget karena memang beliau sehat-sehat saja. Bahkan beberapa waktu saya masih bertemu beliau mengendarai motor scopy merahnya. Pak Malik memang sudah lama ditopang oleh alat-alat medis seperti jantung diring dll. Tapi lucunya beliau perokok berat. Padahal bel...

Tiga Waktu Hidup

Woko Utoro  Jika ditanya siapa manusia maka jawabannya beragam. Islam menjawab bahwa manusia adalah mereka yang memiliki waktu untuk melakukan kebaikan. Atau mereka yang bermanfaat untuk sesama. Dalam makna sederhana yaitu mereka yang menjadikan waktu sebagai anak tangga meningkatkan kebaikan. Kemarin adalah pelajaran, hari esok adalah harapan dan hari ini adalah yang patut disyukuri. Menyoal tiga waktu kita belajar dari Filsuf Plato bahwa melihat orang itu mudah cukup dengan mengamati sikap dalam tiga waktu tersebut. Kata Plato jika hari kemarin kita depresi, masa depan kita cemas maka hari ini harus berdamai. Karena hanya kedamaian yang bisa memaafkan kondisi masa lalu dan menenangkan hari esok. Tanpa kedamaian kita tak akan bisa berpikir. Karena ketenangan adalah cara agar kita berpikir dengan jernih dan dalam. Seperti halnya pepatah air yang tenang tanda jika ia dalam. Tiga waktu juga pernah dipotret oleh WS Rendra bahwa kemarin atau esok adalah hari ini. Soal tiga waktu inilah Ren...

Pendidikan Kearifan

Woko Utoro  Hal yang selalu dilupakan penguasa adalah soal pendidikan kearifan. Pendidikan yang berorientasi pada nilai, moral dan karakter. Perihal kearifan memang selalu terabaikan ketika semua orang sibuk mengejar digitalisasi. Dengan alasan kemajuan atau takut tertinggal. Pada lebih penting dari teknologi adalah karakter khas untuk mengendalikannya. Kecemasan perihal pendidikan kita pernah diucapkan oleh Gus Mus dan Cak Nun. Dua beliau pernah berkata bahwa pendidikan kita selamanya tak akan maju jika kearifan tidak menjadi pondasi utama. Apalah artinya anak-anak mampu mengoperasikan teknologi jika bertujuan menguasai. Apa gunanya berilmu tinggi jika pada akhirnya korupsi. Yang terpenting dari mengikuti arus globalisasi adalah tools alias prinsip utama dalam mengelola dan mengendalikan. Problemnya di pendidikan kita selain utak atik kurikulum juga kurang menyentuh sisi kearifan peserta didik. Seperti yang kita tahu pendidikan kita masih berpusat pada menghafal bukan berpikir apalagi...