Langsung ke konten utama

Apakah Diri Perlu Ditemukan






Woko Utoro 

Saya pernah ditanya apakah diri perlu ditemukan. Katanya jati diri itu selalu tak pernah dikenali. Sehingga dari itu kita perlu mengenalnya lebih dalam. Dari pertanyaan itu memang perlu untuk dijawab. Bahwa diri wajib ditemukan. Sekalipun hanya menerka setidaknya proses pencarian harus dilakukan.

Kata Jung, kita sering lupa diri terutama di era modern. Kita mengira diabaikan dalam arti fisik adalah kehilangan jati diri. Bukan. Justru tidak mendengar jiwa kita sendiri merupakan pengabaian yang diam-diam menghilangkan identitas. Ya, bahwa jati diri itu berasal dari dalam. Orang bijak berpesan hal terpenting ketika merawat kulit dari luar yaitu merawat hati dari dalam. Karena hati dan jiwa tak pernah tinggal diam.

Hati dan jiwa hanya perlu dimengerti. Salah satunya dengan cara sering berdialog. Ajaklah jiwa kita bicara. Jangan biarkan mereka gersang di tengah banjir informasi. Jangan buat mereka putus asa di antara harapan duniawi. Atau jangan jadikan mereka korban atas segala egoisme diri. Harusnya kita mengerti arti batasan. Kita mengerti esensi menepi walaupun sejenak. Dan kita memahami kapan waktunya singgah lalu pulang.

Kita tahu hati dan jiwa kadang mudah rapuh. Atau kadang sering terluka oleh sayatan masa lalu nan pedih. Tapi saya kita mampu memberi makna maka luka tersebut tak jadi derita. Justru kadang luka menjelma cahaya. Kata Rumi, hanya lewat luka cahaya memasuki mu. Inilah pentingnya kesadaran bahwa segala sesuatu sudah dalam garis takdirnya. Tinggal bagaimana kita menyikapi atas segala yang datang atau pergi.

Hanya dengan memahami dan sadar maka jati diri akan ditemukan. Walaupun menempuh perjalanan panjang dan berliku yakin saja bahwa diri ini tak kemana-mana. Dia hanya kadang datang dan pergi terutama saat tak pernah kita sapa. Dia sering resah dan gelisah ketika kita tak rajin berziarah. Dan dia akan mati saat kita hilang arah. Apakah mungkin jati diri yang ada dalam diri sendiri tak pernah kita kenali? aneh.[]

the woks institute l rumah peradaban 7/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...