Langsung ke konten utama

Kesenjangan Antara MI dan SD




Woko Utoro 

Seorang teman berdebat mengapa anak SD sekarang lebih sulit diatur daripada era lampau. Salah satu di antara teman kami menjawab panjang lebar. Katanya semua pertanyaan berkaitan dengan orientasi, nomenklatur dan status. Menurutnya inilah perbedaan lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan pemerintah dan yayasan agama secara khusus adalah pesantren.

Teman saya menjabarkan jika di pesantren mengenal istilah barokah. Sedangkan di lembaga umum hanya formalitas belaka. Soal monitoring misalnya di lembaga formal paling hanya beberapa kali. Itu pun lagi-lagi formalitas belaka. Tapi di pesantren kontroling dilakukan setiap saat. Sehingga tak ada istilah menganggur di pesantren yang ada justru padat merayap berkegiatan.

Perhatian terhadap anak-anak dilakukan kontinyu. Karena bagi pesantren sisi emosional anak merupakan hal terpenting. Jangan biarkan anak mengalami kekosongan batin. Maka dari itu gurunya pun ditempa agar selaras atas apa yang disampaikan. Guru-guru harus hadir dan jangan sampai lalai terhadap perkembangan anak. Penekanannya terletak pada metode yang digunakan bukan materi. Terutama berkaitan dengan keteladanan ditekankan utama. Tanpa contoh yang baik maka pendidikan tak akan ada buahnya.

Mengapa anak sampai tidak menurut? bisa jadi mereka tidak diberi ruang untuk bicara. Bisa jadi dalam pembelajaran tidak mengasyikkan bahkan penuh tekanan. Atau sangat mungkin guru hanya menyentuh aspek kognitif anak dengan tugas menumpuk tapi lupa sisi afektif sangat penting juga. Jadi jelas mengapa anak SD sekarang sulit diatur, selain karena faktor orang tua, lingkungan juga sekolah formal yang belum hadir seutuhnya.

Tapi apakah penurut goal utamanya? bukan. Seharusnya output pendidikan itu adalah bukan mendisiplinkan tubuh melainkan membebaskan pikiran untuk terus bertanya. Jangan lupa untuk terus menerapkan etika. Tanpa etika anak-anak kesulitan dalam menentukan arah. Dan etika itu dimulai dari gurunya.[]

the woks institute l rumah peradaban 31/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...