Langsung ke konten utama

Jihad Perempuan 2




Woko Utoro 

Beberapa kali saya meracuni teman-teman bahwa setiap kita memiliki peran, fungsi serta tanggungjawab tersendiri. Dalam arti setiap orang memiliki tugas untuk berjihad minimal untuk diri sendiri. Terlepas dari gender apapun jelas bahwa jihad adalah upaya untuk menggapai cita-cita. Orang yang gigih memperjuangkan cita-cita juga disebut mujahid.

Jelas bahwa jihad itu tidak melulu bermakna perang fisik walaupun ada istilah qital dan harb. Tapi kita ingat jihad juga bermakna ghazwah alias jihad pikiran. Bahkan di era kekinian kita juga memiliki peran untuk jihad di medsos. Sebuah media jihad yang saat ini menjadi lahan basah untuk siapa saja. Karena di medsos tidak setiap orang dewasa atas apa yang mereka posting dan konsumsi. Sehingga mewarnai medsos dengan konten positif adalah satu langkah yang bisa kita lakukan.

Kita mungkin bukan mujtahid yang menentukan sebuah fatwa hukum atau melahirkan pembaharuan. Kita juga bukan jihadis yang membela agama dengan kekuatan otot atau strategi perang. Yang bisa kita lakukan adalah belajar dengan tekun, berproses sekuat tenaga dan menimba ilmu tiada henti. Dengan begitu kita akan mengerti bahwa jihad dimaknai secara luas.

Jika ditanya mengapa kita harus berjihad. Sederhana saja bahwa jihad adalah tugas bersama, antara laki-laki dan perempuan. Mereka saling bekerjasama dan bermitra. Semua hanya soal kebutuhan, kapasitas serta kesempatan. Setiap orang memiliki kebutuhan untuk berdaya guna alias bermanfaat buat sesama. Berkapasitas sebagai seorang pembelajar tiada henti. Dan akhirnya melakukan, terus mencoba selama masih ada kesempatan. Inilah yang bisa kita perjuangkan. Tanpa itu semua kita hanya akan berdiam dan membiarkan semua berjalan tanpa nilai, kosong tanpa daya.[]

the woks institute l rumah peradaban 25/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...