Woko Utoro
Beberapa kali saya meracuni teman-teman bahwa setiap kita memiliki peran, fungsi serta tanggungjawab tersendiri. Dalam arti setiap orang memiliki tugas untuk berjihad minimal untuk diri sendiri. Terlepas dari gender apapun jelas bahwa jihad adalah upaya untuk menggapai cita-cita. Orang yang gigih memperjuangkan cita-cita juga disebut mujahid.
Jelas bahwa jihad itu tidak melulu bermakna perang fisik walaupun ada istilah qital dan harb. Tapi kita ingat jihad juga bermakna ghazwah alias jihad pikiran. Bahkan di era kekinian kita juga memiliki peran untuk jihad di medsos. Sebuah media jihad yang saat ini menjadi lahan basah untuk siapa saja. Karena di medsos tidak setiap orang dewasa atas apa yang mereka posting dan konsumsi. Sehingga mewarnai medsos dengan konten positif adalah satu langkah yang bisa kita lakukan.
Kita mungkin bukan mujtahid yang menentukan sebuah fatwa hukum atau melahirkan pembaharuan. Kita juga bukan jihadis yang membela agama dengan kekuatan otot atau strategi perang. Yang bisa kita lakukan adalah belajar dengan tekun, berproses sekuat tenaga dan menimba ilmu tiada henti. Dengan begitu kita akan mengerti bahwa jihad dimaknai secara luas.
Jika ditanya mengapa kita harus berjihad. Sederhana saja bahwa jihad adalah tugas bersama, antara laki-laki dan perempuan. Mereka saling bekerjasama dan bermitra. Semua hanya soal kebutuhan, kapasitas serta kesempatan. Setiap orang memiliki kebutuhan untuk berdaya guna alias bermanfaat buat sesama. Berkapasitas sebagai seorang pembelajar tiada henti. Dan akhirnya melakukan, terus mencoba selama masih ada kesempatan. Inilah yang bisa kita perjuangkan. Tanpa itu semua kita hanya akan berdiam dan membiarkan semua berjalan tanpa nilai, kosong tanpa daya.[]
the woks institute l rumah peradaban 25/5/25
Komentar
Posting Komentar