Langsung ke konten utama

Pers dan Kejujuran




Woko Utoro 

Di negeri manapun kejujuran mahal harganya. Tanpa kejujuran dunia hanyalah omong kosong. Saya membayangkan kejujuran negeri ini makin luntur. Bahkan perlahan hilang. Salah satunya bisa kita lihat dari media pemberitaan. Media pemberitaan seperti kehilangan kepercayaan dampak dari informasi yang tak terkendali.

Seperti kita tahu dampak dari digitalisasi serta adanya internet dan medsos. Pemberitaan menjadi kabur dan semua akibat arus informasi yang meluap. Setiap orang bisa mengakses informasi serta ragam beritanya sendiri. Tanpa perlu upaya kritis dan verifikasi semua berita dilahap dalam sekejap. Pers tidak lagi jadi pedoman utama pemberitaan. Sehingga kita tidak bisa membedakan mana kebenaran atau kebohongan.

Beberapa hari lalu saya tanya teman yang bekerja sebagai jurnalis. Katanya kini media pemberitaan meanstream nampaknya mulai gulung tikar. Satu persatu karyawannya terkena pengurangan alias PHK. Akibatnya media dalam hal ini pers semakin berkurang. Jika sudah begitu pertanyaannya sederhana apakah masih ada kejujuran di negeri ini. Di mana pers nya sedang lumpuh dan sakit parah. Padahal pers adalah tulang punggung pemberitaan.

Sekarang tak ada lagi media yang bisa kita percaya melebihi Tempo dan Kompas. Pers yang menjunjung jurnalisme makna juga hampir kalah oleh medsos seperti Tiktok dan YouTube. Terlebih lagi Radio dan TV sudah pamit lebih dulu. Jika sudah begitu informasi kekuasaan siapa bisa mengontrolnya. Di negeri yang masyarakatnya tidak membaca pastinya akan sangat sulit. Sehingga bagaimana pun juga kita membutuhkan pers sebagai alat pengendali kuasa.

Andai saja kegemaran membaca masyarakat kita tinggi pastinya seandainya pers dibungkam pun sepertinya kita bisa melawan. Karena hanya dari bacaanlah kejujuran dapat terlahir. Jika tanpa membaca apa yang hendak kita andalkan selain emosi, ngamuk dan viralitas. Inilah yang tidak ingin segera kita lihat dan nampaknya saya terlambat semua telah terjadi di negeri ini.[]

the woks institute l rumah peradaban 11/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...