Woko Utoro
Jika melihat perilaku orang di medsos makin hari kian memprihatinkan. Apalagi jika sudah komentar berebut benar. Kita jadi bingung bahkan siapapun bisa mengklaim kebenaran. Padahal kebenaran itu relatif. Kebenaran itu bergantung atas sandaran apa. Mayoritas netizen di medsos hanya bertumpu pada nafsu sesaat. Sehingga siapa saja bisa mengobral versi kebenaran individu/kelompok bukan berdasar ilmu atau logika.
Bicara soal kebenaran kita ingat Al Baqarah ayat 18. Di sana dikisahkan ada orang yang sulit menerima kebenaran. Padahal kebenaran itu nampak jelas. Sehingga ayat tersebut mengistilahkan mereka dengan orang yang tuli, bisu dan buta. Ulama sepakat tuli berarti mereka yang sulit mendengar kebenaran padahal kebenaran itu jernih. Mereka bisu terhadap kebenaran sehingga sulit mengakui padahal kebenaran itu lantang dan jelas. Mereka juga buta terhadap kebenaran padahal kebenaran tidak terbantahkan.
Orang yang enggan menerima kebenaran juga tidak harus tuli, buta atau bisu. Mereka yang gengsi pun seringkali tidak mengakui kebenaran. Seperti jaman nabi, sebenarnya dedengkot Quraisy mengakui risalah kenabian hanya saja mereka gengsi. Gengsi karena kesukuan membuat mereka ingkar terhadap kebenaran yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Seolah dari itu kita diajarkan bahwa kebenaran harus disandarkan pada ilmu dan kejernihan hati. Kebenaran bukan tentang nafsu apalagi pesanan pasar. Maka dari itu kata Sabrang MDP pendidikan kita harusnya diawali dengan belajar mendengar, bicara dan melihat. Dengan mendengar maka orang akan mengerti arti menghargai. Dengan bicara orang akan tahu arti kejujuran. Dengan melihat orang juga tidak mudah mengingkari.
Hal ini pula yang mendasari bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT. Sedangkan kebenaran lain hanya bersifat prediktif sekaligus bebas nilai. Tapi kata Gus Baha, kebenaran itu jelas dan mudah dicerna sekaligus tak bisa terbantahkan. Di sini juga kita belajar bahwa kebenaran ala orang Barat yang bersandar pada penglihatan (empiris) sungguh tidak mapan. Karena kebenaran penglihatan mudah menipu dan tidak bisa menyentuh kebenaran irfani. Pantas jika orang Barat kesulitan menikmati dimensi spiritual dalam Islam.[]
the woks institute l rumah peradaban 18/5/25
Komentar
Posting Komentar