Langsung ke konten utama

Membaca Buku Menyelami Relung Batin




Woko Utoro 

Berulang kali saya mengalami kekosongan batin akibat terlalu banyak membaca di website. Saya kira membaca di web membuat kemudahan dalam mengafirmasi pengetahuan. Ternyata sebaliknya saya hanya terkena algoritma yang justru membingungkan. Benar, semakin banyak membaca di internet otak justru terasa stuck. Padahal yang kita lakukan adalah membaca. Apalagi hanya sekadar scrolling dan mengikuti algoritma sesaat. Mungkin kita akan mengalami pembusukan otak alias brain rot.

Saya lalu sadar kunci agar otak kembali sehat adalah dengan membaca buku konvensional. Banyak pemberitaan yang menyebut jika negara maju kini mulai kembali ke alam, kembali ke buku cetak dll. Alasannya sederhana, agar pengetahuan kembali diakses lewat sumber utama. Internet hanya menyediakan kecepatan. Sedangkan kecepatan adalah ideologi pasar. Di mana selain dari buku semua adalah pengetahuan semu. Pengetahuan yang hanya datang sesaat lalu pergi. Intinya pengetahuan yang didapat secara instan maka mudah pula menguap.

Berbeda dengan membaca buku. Secara psikologis kita akan diajarkan untuk tabah dalam menyelesaikan lembar demi lembarnya. Setidaknya kita akan menikmati dan tak ingin tergesa-gesa. Kita bisa merasakan aura penulis dan semangatnya dari perwajahannya. Buku juga menyediakan pengetahuan dari tiap halamannya yang lebih tahan lama. Buku juga membuat pembacanya berpikir mendalam dan penuh perhatian.

Dengan rajin membaca buku kita akan merenungi kedalaman batin. Semakin rajin membaca maka semakin tahu di mana letak kekurangan, serta membuka tabir kepalsuan yang ternyata selama ini kita tutupi. Buku menyediakan pengetahuan sekaligus mengasah kesadaran. Buku juga menjadi barometer tingkat kepekaan manusia. Di sinilah fungsi membaca buku membuat kita menghambat dunia yang terlalu cepat. Dunia yang bukan membuat kita kritis tapi hanya sekadar tunduk pada kesenangan sesaat alias lupa diri.[]

the woks institute l rumah peradaban 9/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...