Langsung ke konten utama

Menulis Terus Jangan Berhenti




Woko Utoro 

Orang menulis itu bijak. Sama halnya dengan orang bernyanyi atau main bola. Jika anda mampu menulis maka menulislah. Jika anda mampu olah suara maka bernyanyilah syukur-syukur ciptaan sebuah lagu. Jika anda atlet sepakbola maka bermainlah dengan indah dan cetaklah gol. Intinya setiap orang melakukan aktivitas kesukaannya adalah bijak lebih lagi jika diniatkan ibadah.

Soal menulis kita ingat Michel Foucault, katanya aku menulis bukan untuk mengubah dunia melainkan merubah diri sendiri. Bagi Foucault perubahan dunia dimulai dari individunya. Sehingga jelas bahwa kemajuan suatu bangsa harus ada dari komponen terkecil. Ketika seseorang memahami hal itu maka bijaklah kita. Justru melakukan hal-hal di luar apa yang kita tak mampu adalah bencana.

Rumi juga pernah berpesan jika kemarin aku pintar, aku ingin mengubah dunia. Lalu jika hari ini aku bijak, aku ingin mengubah diriku sendiri. Bagi Rumi perjalanan puncak manusia sebelum bersua Tuhannya adalah memperbaiki dirinya. Karena apalah jadinya seseorang kembali jika dirinya berlumur dosa. Harusnya ada proses pertaubatan atau setidaknya langkah agar hidup menjadi lebih baik. Bagi saya salah satu langkah tersebut adalah dengan menulis.

Menurut saya menulis itu dialog. Dengan dialog kita akan mengerti minimal diri sendiri. Tentang problematika atau lubang kosong dalam diri. Menulis juga adalah cara untuk berdamai atau menemukan ruang sunyi dalam batin. Sehingga dengan menulis kita tengah melakukan aktivitas terapi jiwa. Sebuah cara untuk menyelamatkan kesehatan mental dari kebisingan dunia. Sebuah upaya untuk tetap waras di jaman niretika. Menulis itu cara sederhana untuk berkontribusi terhadap pengetahuan dan memang itu yang kita bisa.[]

the woks institute l rumah peradaban 27/5/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...