Langsung ke konten utama

Closingan Pasan Ramadhan PPHS 2024




Woko Utoro

Malam 23 Ramadhan atau telu likur merupakan momentum penutupan pondok Ramadhan PP Himmatus Salamah Srigading. Seperti tahun sebelumnya acara ini harus ditutup sebelum para santri pulang ke kampung halaman. Acara itu tentu yang diidamkan oleh mayoritas santri. Sebab mereka akan mudik dan bertemu keluarga. Ya, keluarga adalah stasiun terakhir atau tempat ternyaman untuk kembali.

Di momen penutupan kali ini acara dimulai di sore hari. Para santri buka puasa bersama dengan menu utama sego lodho yang ayamnya dari pemanggangan Pak Dar. Acara ini tentu sangat meriah dan menyenangkan karena santri bisa makan enak. Setelah itu rehat, shalat isya dan dilanjutkan dengan shalat tarawih. Selepas tarawih barulah acara inti penutupan dan sungkeman.

Acara sungkeman merupakan tanda bahwa santri memohon restu selama di pondok. Dengan harapan ilmu yang didapat bermanfaat di masyarakat. Acara ini tentu diawali dengan dawuh Abah Sholeh. Di antaranya beliau berpesan untuk menjaga adab dan kesopanan selama di rumah. Hormati orang tua dan membaur dengan masyarakat. Jangan lupa menjaga shalat dan perbanyak bersholawat terutama ketika di perjalanan.

Setelah itu barulah acara sungkeman dengan cara musyafahah, bersalaman melingkar. Acara ini nampak sederhana tapi sakral. Tiap tahun kami harus melewatinya sebagai simbol saling memberi keridhoan. Karena selama berproses kami tidak tahu bisa jadi ada kesalahan sekecil lubang jarum yang pernah diperbuat. Maka akhir sudah acara malam itu dengan doa dan foto bersama.[]

the woks institute l rumah peradaban 3/4/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus.

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan