Langsung ke konten utama

Filosofi Gambar Kosong




Woko Utoro

Saya sangat senang ketika meng-upload gambar kosong. Bagi saya kosong bukan berarti tidak ada. Justru ketiadaan hanyalah prasangka manusia. Gambar-gambar seperti hamparan laut, padang pasir, hingga langit menjadi teristimewa buat saya. Karena gambar itu dalam diskursus fotografi masuk aliran naturalisme. Sebuah aliran yang dinikmati dari unsur alaminya.

Bagi saya gambar kosong memiliki makna tersendiri. Saya membayangkan di tengah gambar kosong itu ada banyak sekali gambar lain yang hidup mewarnai. Kita saja yang tidak tahu atau mungkin tumpul akan imajinasi. Ya, bagi saya kekosongan di tengah objek gambar kosong justru sebaliknya. Gambar itu begitu ramai dan kaya sesuai persepsi kita. Ruang imajinasilah yang membuatnya kaya.

Einstein sering berkata bahwa imajinasi itu yang mahal. Karena tidak setiap orang memiliki imajinasi yang baik. Hanya orang-orang dengan imajinasi cemerlang yang mampu melukiskan sesuatu pada objek tangkapnya. Sama halnya dengan gambar kosong versi yang saya suka tersebut. Kadang ketika saya memotret padang pasir, daratan, hamparan laut dan langit imajinasi saya terbangun. Saya langsung membayangkan beragam macam gambar ada di sana. Bahkan kadangkala hanya ada kita berdua di sana. Sebuah obsesi keindahan yang hanya dimiliki tanpa ikut campur orang lain.

Intinya gambar kosong itu menguji imajinasi. Sekaligus kita belajar bahwa yang kosong justru yang ada. Kosong itu hanya menyebut kesatuan ruang. Sedangkan secara kuantitas sebenarnya kosong itu berbilang seperti halnya Al Khawarizmi ketika menemukan angka nol. Bagi saya kosong dalam media hamparan itu justru seperti nukthah al wujud atau sebuah titik awal kehidupan. Sebuah titik di mana akar dari segala objek gambar. Kata Gus Baha gambar seruwet apapun atau seindah apapun toh semua berawal dari titik yang sama. Hal itulah yang sering diajarkan Imam Amudy kepada para malaikat.

Jadi jangan menyebut gambar kosong itu tiada apapun. Justru di tengah gambar kosong terdapat beragam kemungkinan misalnya terdapat siluet, shadow, relief hingga bermacam corak. Karena keterbatasan mata kitalah yang membuatnya tiada. Bahkan kita bisa menyebut jika lukisan termahal justru semakin abstrak. Sesuatu yang sulit diterjemahkan justru semakin bernilai. Tapi secara jujur semua tergantung selera. Karena selera setiap orang berbeda maka saya tidak bisa memaksa bahwa yang kosong sama dengan keadaan.[]

the woks institute l rumah peradaban 14/4/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus.

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan