Langsung ke konten utama

Demi Anak Demi Masa Depan





Woko Utoro

Sebuah catatan di penghujung Ramadhan

Di zaman digitalisasi seperti saat ini mendidik anak tidak mudah. Kahlil Gibran menyebut jika dulu mendidik anak membutuhkan satu kampung maka kata Savic Ali di era digital mendidik anak membutuhkan satu dunia. Terlebih dalam pendidikan agama. Tentu kita tahu pendidikan tidak melulu diserahkan pada guru lebih dari itu peran orang tua adalah yang utama.

Saya mensupport sepenuhnya pada teman-teman dan guru yang tengah berjuang mendidik anak-anak. Karena hanya orang ikhlas lah yang akan mampu mengemban amanah tersebut. Pada Haul ke-13 Gus Fahmi Amrullah Hadziq menegaskan kepada jama'ah bahwa Gus Dur itu mulia salah satunya karena keikhlasannya. Maka orang ikhlas dalam mendidik anak akan ditinggikan derajatnya di sisi Allah. Jadi tidak usah khawatir, bahkan Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari pernah iri dengan kawanya asal Kendal yang telah melaksanakan ta'limu sibyan lebih dulu.

Walaupun berat dalam mendidik anak yang jelas jika dilakukan dengan hati lapang insyaallah selalu ada jalan. Kita tidak akan pernah tahu suatu saat nanti. Sebab saat ini tugas kita hanya berusaha menjadi penerang, menjadi penunjuk jalan. Kita harus termotivasi bahwa banyak tokoh besar yang lahir dari rahim pendidikan keluarga dan sekolah seperti BJ Habibie, Jokowi, Sri Mulyani dll.

Untuk mempersiapkan semua itu tentu butuh tenaga ekstra. Maka persiapan dari saat ini. Mari kita fokus mendidik anak misalnya mulai dari hal terkecil seperti merapikan tempat tidur, menyapu teras hingga belajar alif ba ta dll. Karena pengajaran pada anak sama dengan mempersiapkan masa depan.

Maka dari itu bagi teman-teman, orang tua dan guru yang tengah merintis baik di lembaga formal maupun informal teruslah semangat. Saya secara pribadi tentu berdoa semoga senantiasa diberi ketabahan dan keikhlasan dalam mempersiapkan masa depan. Kita tidak bisa berupaya banyak terhadap para generasi tua. Akan tetapi pada generasi muda masa depan masih ada. Sebab anak-anak khususnya adalah infrastruktur utama pembangun masa depan agama, bangsa negara.

Kita harus sadar jika orang tua esok akan tiada. Tapi anak-anak lah yang akan meneruskan perjuangan. Maka dari itu mari bersatu antara guru dan orang tua. Bersemangat dalam mendidik anak. Anak adalah segalanya. Orang tua bisa bertahan hingga kini karena anak. Dan guru bisa semangat juga karena anak.[]

the woks institute l rumah peradaban 7/4/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus.

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan